Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini Rupiah

  • Update Mata Uang Indonesia: Rupiah Menguat, Dollar Amerika Melemah

    Nilai tukar rupiah mengawali minggu ini dengan posisi kuat karena dollar Amerika Serikat (AS) melemah akibat ketidakjelasan mengenai waktu kenaikan suku bunga AS. Kontras dengan dugaan awal, meeting Federal Reserve yang terakhir (diadakan 17-18 Maret) mengindikasikan bahwa belum akan ada kenaikan suku bunga dalam waktu singkat di negara dengan ekonomi terbesar. Hal ini mendorong meningkatnya minat untuk aset-aset pasar negara berkembang. Apalagi, Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia berjanji akan menjaga stabilitas rupiah.

    Lanjut baca ›

  • Newsletter Indonesia Investments edisi 22 Maret 2015 Diterbitkan

    Pada 22 Maret 2015, Indonesia Investments menerbitkan edisi newsletter-nya yang terbaru. Newsletter gratis ini, yang dikirimkan kepada para pelanggan kami sekali setiap minggunya, berisi berita-berita paling penting yang telah dilaporkan di website kami dalam 7 hari terakhir. Kebanyakan topik berkaitan dengan isu-isu ekonomi seperti analisis performa rupiah, analisis tentang suku bunga acuan Bank Indonesia, update Bank Dunia, neraca perdagangan, jasa keuangan syariah, reformasi perekonomian, dan masih banyak lagi.

    Lanjut baca ›

  • Apa yang Mempengaruhi Performa Rupiah Minggu ini?

    Tampaknya, pesan Federal Reserve bahwa Fed masih menunda menaikkan suku bunga di Amerika Serikat (AS) hanya mengimplikasikan periode singkat pelemahan dollar AS terhadap mata uang Asia. Pada hari Jumat (20/03), rupiah melemah 0,51% menjadi Rp 13.124 per dollar AS menurut Bloomberg Dollar Index. Volatilitas tinggi pada saat ini juga merupakan akibat dari kebijakan berbeda yang diterapkan oleh berbagai bank sentral. Sementara Federal Reserve AS bertekad untuk lebih mengetatkan kebijakan moneternya, bank sentral di Jepang dan Eropa melakukan sebaliknya.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah & Saham Indonesia Menguat setelah Pertemuan Federal Reserve

    Saham di Indonesia dan nilai tukar rupiah menguat tajam pada hari Kamis (19/03) setelah Federal Reserve menunda menaikkan suku bunga acuannya dalam Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) selama dua hari yang berakhir pada hari Rabu (18/03) karena inflasi Amerika Serikat (AS) masih rendah sedangkan pertumbuhan ekonomi AS sedikit melambat. Bank sentral AS menberikan sinyal bahwa Fed tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga acuannya. Di sisi lain, Fed juga menghapuskan kata 'sabar' dari panduannya untuk suku bunga (yang berada dalam posisi paling rendah sejak akhir 2008).

    Lanjut baca ›

  • Bank Sentral Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan di 7,50% di Maret

    Bank Sentral Indonesia (Bank Indonesia) memutuskan untuk tetap menjaga suku bunga acuannya pada 7,5% sebagai hasil keputusan pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang dilakukan hari ini. Suku bunga overnight deposit facility dan suku bunga lending facility dipertahankan masing-masing 5,5% dan 8%. BI menganggap bahwa kondisi suku bunga saat ini sesuai dengan targetnya untuk mendorong inflasi ke dalam target antara 3,0% sampai 5,0% dalam basis year on year (y/y) di tahun 2015 dan mengurangi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia antara 2,5% sampai 3,0% dari produk domestik bruto (PDB).

    Lanjut baca ›

  • Indonesia Bukukan Surplus Perdagangan $738 Juta USD di Februari

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada hari Senin (16/03) bahwa Indonesia membukukan surplus perdagangan sebesar 738,3 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada Februari 2015. Surplus perdagangan telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut dan lebih besar dari prediksi bank sentral Indonesia (bank Indonesia) dan hasil polling Reuters yang memperkirakan bahwa suplus akan berada di kisaran 500-520 juta dollar AS. Surplus ini juga lebih besar dari surplus perdagangan di bulan pertama 2015 yang mencapai 709,4 juta dollar AS. Surplus di Februari terjadi terutama karena penurunan impor.

    Lanjut baca ›

  • Pemerintah Indonesia Perangi Defisit Transaksi Berjalan

    Setelah serangkaian data ekonomi yang baik (terutama data tenaga kerja di Amerika Serikat) pasar menduga Federal Reserve akan menaikkan tingkat suku bunganya pada kuartal kedua atau ketiga tahun ini dan karenanya dollar Amerika Serikat (AS) dapat bullish momentum (hampir menjadi posisi tertinggi selama 11 tahun terakhir). Karena prediksi yield yang lebih tinggi di AS, modal kembali masuk ke negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini. Pada saat yang sama, hal ini menimbulkan kerugian besar pada mata uang di negara-negara berkembang, termasuk nilai tukar rupiah yang turun 6% terhadap dollar AS pada tahun ini.

    Lanjut baca ›

  • Buletin Berita Indonesia Investments 15 Maret 2015 Diterbitkan

    Pada 15 Maret 2015, Indonesia Investments menerbitkan edisi terbaru dari newsletternya. Newsletter gratis ini, yang dikirim kepada para pelanggan sekali setiap minggunya, memuat berita-berita paling penting dari Indonesia yang telah dilaporkan di website kami di tujuh hari terakhir. Kebanyakan topik membahas isu-isu ekonomi seperti analisis performa rupiah, prediksi neraca perdagangan Februari 2015, pemasukan dari industri batubara Indonesia, industri makanan dan minuman olahan, jalan tol Trans-Sumatra, dan banyak lagi.

    Lanjut baca ›

  • Prospek Pertumbuhan Industri Makanan & Minuman Indonesia Direvisi Menurun

    Omset di industri makanan dan minuman olahan diprediksi akan bertumbuh 4-5% pada basis year-on-year (y/y) pada kuartal pertama di 2015 dari periode yang sama di tahun lalu. Adhi Lukman, Ketua Umum dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengatakan bahwa faktor-faktor yang telah menghambat industri ini adalah penurunan subsidi bahan bakar, ekspor yang lambat, ketergantungan industri ini pada impor bahan mentah, melemahnya daya beli masyarakat karena rendahnya harga-harga komoditi, dan nilai tukar rupiah yang lemah.

    Lanjut baca ›

  • Penurunan Drastis Rupiah Indonesia: Jatuh ke Rp 13,200 per Dollar AS

    Di Indonesia, lampu sorot tetap tajam terfokus pada pelemahan drastis rupiah. Karena semakin berkembangnya spekulasi bahwa US Federal Reserve akan segera menaikkan tingkat suku bunga pinjamannya, aset-aset pasar berkembang (baik mata uang maupun saham) cenderung melemah. Walau sebagian besar mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), rupiah lebih rentan karena Indonesia sedang mengalami defisit transaksi berjalan yang besar. Hal ini menginformasikan kepada para investor bahwa negara ini bergantung pada capital inflows dari negara-negara asing.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru Rupiah

  • Despite Slowing Economic Growth Indonesia's IHSG Gains 0.60%

    After the one-day holiday due to the Islamic new year, Indonesia's benchmark stock index (Jakarta Composite Index or IHSG) started in the red on Wednesday (06/11) amid the continued depreciation of the rupiah exchange rate against the US dollar and the mixed performance of Asian stock indices (influenced by weakening global indices on the previous day). However, during the day a number of stocks, which had fallen previously, became popular investment targets, which supported the index.

    Lanjut baca ›

  • Jakarta Composite Index (IHSG) and Rupiah Continue Decline on Monday

    Jakarta Composite Index (IHSG) and Rupiah Continue Decline on Monday

    On Monday (04/11), Indonesia's benchmark stock index (IHSG) fell 0.21 percent to 4,423.29 points. Besides the negative influence of falling indices across Asia and foreign net selling of Indonesian stocks, the IHSG was also dragged down by the continued depreciation of the Indonesian rupiah exchange rate (against the US dollar). When US manufacturing data showed that manufacturing activity grew faster than expected in October, the US dollar gained and thus the rupiah became pressured.

    Lanjut baca ›

  • Analysis of Indonesia's October Inflation and September Trade Deficit

    Indonesia's October inflation rate was well-received by investors. On Friday (01/11), Statistics Indonesia (BPS) announced that the country's inflation in October 2013 grew 0.09 percent. Easing inflation was mainly due to falling prices of raw foods and clothes. Year-on-year (yoy), however, Indonesia's inflation is still high at 8.32 percent, although showing a moderating trend from 8.40 percent (yoy) in September 2013 and 8.79 percent (yoy) in August 2013. Inflation had skyrocketed after subsidized fuel prices were raised by an average 33 percent in June.

    Lanjut baca ›

  • Jakarta Composite Index (IHSG) and Indonesian Rupiah Fall on Friday

    The Jakarta Composite Index (Indonesia's benchmark stock index) fell 1.73 percent on Friday (01/11) to 4,432.58 points. A persistent concern for investors is the tapering issue of the Federal Reserve's quantitative easing program. Analysts expect the program to continue at a pace of USD $85 billion per month until at least March 2014, but investors remain concerned. Another issue that brought negative market sentiments was September's trade figure, which was released today. In September, Indonesia recorded a trade deficit of USD $657.2 million.

    Lanjut baca ›

  • Fed Outcome and Mixed Corporate Earnings Reports Cause Falling Index

    Despite foreign investors recording a net buy on the Jakarta Composite Index on Thursday (31/10), a depreciating rupiah as well as falling stock indices across Asia made investors concerned. Thus, the benchmark index of Indonesia followed the pace of other Asian indices and ended on 4,510.63 points (a 1.40 percent fall). The outcome of the Federal Reserve's FOMC meeting did not support the rupiah. On the contrary, the rupiah fell after the Fed stated to continue quantitative easing but that the tapering may start sooner than expected.

    Lanjut baca ›

  • Investors Waiting for Fed Meeting; Jakarta Composite Index Falls 0.60%

    In line with falling Asian indices, Indonesia's benchmark stock index (the Jakarta Composite Index or IHSG) was down on Tuesday (29/10). Investors are cautious ahead of the Federal Reserve meeting and thus used today to engage in profit taking. The IHSG fell 0.60 percent to 4,562.77 points. Moreover, the appreciating trend of the rupiah exchange rate was disturbed ahead of the Fed meeting and which also formed a contributing factor for the fall of the IHSG today. Foreign investors recorded a net sell, while domestic investors recorded a net buy.

    Lanjut baca ›

  • Weaker US Consumer Confidence Supports Asian Indices Including IHSG

    Wall Street and European indices being up at the end of last week had a positive impact on Asian stock indices on Monday (28/10), despite experiencing a correction during today's trading day. The Jakarta Composite Index (IHSG), Indonesia's benchmark stock index, joined this trend. After making a strong start, it became susceptible to profit taking and thus had a mixed performance although it ended at 4,590.54 points, a 0.21 percent increase. The IHSG was supported by foreign net buying and an appreciating rupiah exchange rate.

    Lanjut baca ›

  • Indonesia's Jakarta Composite Index (IHSG) Up 1.06% on Thursday

    Indonesia's Jakarta Composite Index (IHSG) Up 1.06% on Thursday

    Although at the start of the day the Jakarta Composite Index (IHSG) went into red territory, it rebounded and managed to gain 1.06 percent to 4,594.85 points at the end of Thursdays' trading day (24/10). Factors that positively influenced the IHSG were net foreign buying of Indonesian stocks and a number of corporate earnings reports that met investors' expectation. These included various property companies such as Sentul City and Modernland Realty as well as a number of banks. The rupiah, on the other hand, depreciated again.

    Lanjut baca ›

  • Amid Falling Asian Indices, Jakarta Composite Index (IHSG) Rises 0.75%

    Amid falling Asian stock indices, Indonesia's benchmark stock index (the IHSG or Jakarta Composite Index) managed to gain 33.8 points to 4,546.50 (+0.75 percent) on Wednesday (23/10). The main reason for today's upward movement was large-scale stock purchases by domestic investors, who are more confident now after it has been expected that the Federal Reserve will not tone down its massive bond-buying program (quantitative easing) in the near future. A few blue chips, including Bank Mandiri and Unilever, were popular stocks today.

    Lanjut baca ›

  • Mixed USA and Weak Asia Cause Jakarta Composite Index to Fall 1.43%

    Indonesia's benchmark stock index, the Jakarta Composite Index (IHSG), was unable to continue its rising trend of the last week on Tuesday's trading day (22/10). Mixed indices in the United States on the previous day in combination with falling indices in Asia impacted negatively on the IHSG. Other factors that contributed to the IHSG's 1.43 percent downslide to 4,512.74 on Tuesday were weak openings of stock indices in Europe as well as continued foreign selling of Indonesian stocks.

    Lanjut baca ›

Bisnis Terkait Rupiah