Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini Federal Reserve

  • Pasar Saham & Finansial Indonesia Dibuka Kembali Setelah Libur Idul Fitri

    Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimulai kembali pada hari Rabu (22/07) setelah libur Idul Fitri selama 4 hari berakhir. Segera setelah dibuka, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,50% karena optimisme para investor mengenai performa terkini yang baik dari pasar saham global setelah Yunani yang terbeban hutang mencapai kesepakatan dengan para koordinator internasionalnya sementara guncangan di saham Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memudar.

    Lanjut baca ›

  • Update Rupiah Indonesia: Dekat dengan Rp 13.400 per Dollar AS

    Menurut Bloomberg Dollar Index, rupiah terus melemah pada hari Senin (20/07). Mata uang Indonesia melemah 0,31% menjadi Rp 13.395 per dollar Amerika Serikat (AS), level terlemahnya sejak 1998 waktu negara ini dilanda oleh Krisis Finansial Asia. Sementara itu, aktivitas Bank Indonesia masih terbatas sampai hari Rabu (22/07) karena libur umum (perayaan Idul Fitri), menyebabkan bank sentral untuk sementara tidak mempublikasikan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR).

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Tidak Ubah Suku Bunga Selama 5 Bulan Berturut-Turut

    Seperti yang telah diprediksi, Bank Indonesia tidak mengubah tingkat suku bunganya pada pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (14/07). BI rate yang menjadi acuan dipertahankan pada 7,50%, sementara fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) dan suku bunga lending facility dipertahankan masing-masing pada 5,50% dan 8,00%. Bank Indonesia meyakini bahwa kondisi tingkat suku bunga saat ini sejalan dengan upaya untuk menurunkan inflasi dan juga mendukung rupiah yang melemah menjelang perkiraan pengetatan moneter lebih lanjut oleh Amerika Serikat (AS) di kemudian hari pada tahun ini.

    Lanjut baca ›

  • Saham Indonesia Meningkat karena Yunani; Rupiah Melemah karena Fed Hike

    Sejalan dengan tren global, saham Indonesia terus naik pada Selasa (14/07). Kebanyakan indeks-indeks saham (di seluruh dunia) terus bergerak dalam wilayah hijau setelah Yunani yang dibebani banyak hutang mencapai kesepakatan dengan kreditor internasionalnya - setelah pertemuan darurat selama 17 jam - untuk sebuah paket penghematan yang akan tetap mempertahankan Yunani di dalam zona euro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah naik 0,60% menjadi 4.923,36 poin pada pukul 11:45 WIB pada hari Selasa.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Diprediksi Belum Akan Memotong Tingkat Suku Bunga

    Kebanyakan analis setuju bahwa Bank Indonesia akan mempertahankan tingkat suku bunga yang sama dalam pertemuan Dewan Gubernur yang dijadwalkan untuk dilaksanakan pada hari Selasa 14 Juli 2015. Bank sentral Indonesia dipediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 7,50%, fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) pada 5,50%, dan suku bunga lending facility pada 8,00% karena tingkat inflasi Indonesia telah meningkat cepat baru-baru ini sementara rupiah mengalami tekanan karena faktor-faktor eksternal.

    Lanjut baca ›

  • IMF Memotong Proyeksi Global; BI Memprediksi Pertumbuhan Datar di Kuartal II

    International Monetary Fund (IMF) memotong proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2015 menjadi 3,3% pada basis year-on-year (y/y), dari 3,5% (y/y) sebelumnya, karena musim dingin yang keras mempengaruhi Amerika Serikat (AS) dan sejalan dengan itu menarik turun pertumbuhan global. Di kuartal 1 tahun 2015, perekonomian AS berkontraksi 0,2% (y/y). Terlebih lagi, kekacauan di Yunani dan Republik Rakyat Tiongkok menyebabkan volatilitas yang besar dalam pasar keuangan global, lembaga yang bermarkas di Washington ini menyatakan dalam sebuah update World Economic Outlook (WEO) pada hari Kamis (09/07).

    Lanjut baca ›

  • Indonesia’s Foreign Exchange Reserve’s Continue to Decline

    Indonesia’s foreign exchange reserves fell USD $2.8 billion to USD $108.0 billion at the end of June 2015 (from USD $110.8 billion one month earlier). This fall was caused by foreign debt repayment and the use of foreign exchange to stabilize the rupiah exchange rate. Due to external pressures (particularly looming further monetary tightening in the USA this year and the possible Greek exit from the euro), the rupiah is the worst performing Asian currency tracked by Bloomberg so far in 2015, weakening about 7 percent against the US dollar.

    Lanjut baca ›

  • Perekonomian Indonesia: Revisi Pertumbuhan PDB, Kredit & Rupiah

    Pemerintah Indonesia merevisi target pertumbuhan perekonomian 2015. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menyatakan pada hari Jumat (03/07) bahwa target Pemerintah yang sebelumnya 5,8% pada basis year-on-year (y/y) terlalu tinggi dan tidak realistis mengingat konteks perekonomian internasional dan domestik yang tidak kondusif. Pemerintah merevisi turun target pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2015 menjadi 5,2% (y/y). Djalil mengatakan bahwa perekonomian global diproyeksi untuk bertumbuh 2,9% (y/y) di 2015 dari perkiraan awal 3,5% (y/y).

    Lanjut baca ›

  • Eric Sugandi: Rupiah Indonesia Mungkin Akan Sentuh Rp 13.900 per Dollar AS

    Eric Sugandi, Chief Economist dari Standard Chartered Bank, memprediksi bahwa rupiah akan melemah menjadi Rp 13.900 per dollar Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun ini dari Rp 13.339 pada hari ini (29/06) karena dampak dari momentum bullish dollar AS menjelang pengetatan moneter di AS dan ancaman keluarnya Yunani dari zona euro. Sebenarnya, ini adalah prognosa konservatif. Apabila bank sentral Indonesia tidak meningkatkan suku bunga acuannya (BI rate), sekarang pada 7,50%, tekanan terhadap rupiah mungkin akan meningkat nyata secara lebih lanjut.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Tak Ubah BI Rate pada 7,50% di Pertemuan Kebijakan Juni

    Sejalan dengan prediksi pasar, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tidak mengubah suku bunga acuannya (BI rate) yang tetap pada 7,50% di hari Kamis (18/06). Bank Indonesia tetap berkomitmen pada posisi moneternya yang relatif ketat dalam usaha melawa percepatan inflasi, membatasi defisit transaksi berjalan Indonesia yang lebar, dan mendukung rupiah yang sedang melemah. Bank sentral juga menetapkan tingkat fasilitas simpanan bank Indonesia (Fasbi) dan suku bunga lending facility masing-masing pada 5,50% dan 8,00%.

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru Federal Reserve

  • Bank Indonesia Leaves Key Rate Unchanged at June Policy Meeting

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) decided to leave its monetary policy unchanged at the two-day policy meeting in June 2017 that was concluded on Thursday (15/06). As widely expected it kept the benchmark 7-day reverse repurchase rate at 4.75 percent, as well as the deposit facility and lending facility at 4.00 percent and 5.50 percent, respectively. These existing levels are regarded to keep financial markets and the economy stable.

    Lanjut baca ›

  • Central Bank of Indonesia Leaves Interest Rates Unchanged in April

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) kept its benchmark interest rate (seven-day reverse repo rate) at 4.75 percent at the April policy meeting (19-20 April 2017), while its deposit facility rate and lending facility rate stayed at 4.00 percent and 5.50 percent, respectively. Bank Indonesia considers the current interest rate environment appropriate to face global uncertainties as well as rising inflationary pressures at home.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia May Keep Key Rate at 4.75% throughout 2017

    Bank Indonesia, the central bank of Indonesia, is expected to maintain its benchmark interest rate (the seven-day reverse repurchase rate, or reverse repo) at 4.75 percent in the remainder of 2017. Priasto Aji, economist at the Asian Development Bank (ADB), says Bank Indonesia may not need to adjust its key interest rate at all this year even though there is looming further monetary tightening in the USA.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Keeps Key Interest Rate at 4.75% in March 2017

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) left its interest rate policy unchanged at the March 2017 policy meeting. This decision was in line with expectations especially after Bank Indonesia officials had stated that they see few room for monetary easing in the foreseeable future considering the US Federal Reserve is likely to raise its key rate several times this year (which could encourage capital outflows from Indonesia), while inflationary pressures in Indonesia are rising.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Kept Interest Rates Unchanged on Capital Outflow Risk

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) decided to leave its interest rate environment unchanged at the January 2017 policy meeting on Thursday (19/01). The benchmark seven-day reverse repurchase rate (BI 7-day RR Rate) was kept at 4.75 percent, while the Deposit Facility and Lending Facility rates were maintained at 4.00 percent and 5.50 percent, respectively. The decisions of Bank Indonesia are in line with analysts' forecasts. Due to risks of capital outflows Indonesia's central bank had few room to ease monetary policy.

    Lanjut baca ›

  • Foreign Perceptions of Indonesian Economy, Gov't vs JPMorgan

    The government of Indonesia suspended all cooperation with US multinational banking and financial services firm JP Morgan Chase after the US bank double downgraded Indonesia from overweight to underweight without elaborating too much on the exact motives behind this drastic move. According to Indonesian government officials this downgrade is excessive and lacks evidentiary support or rational justification. Moreover, they argue this "misleading" downgrade has a big psychological impact on investors and therefore it "disturbs Indonesia's financial stability".

    Lanjut baca ›

  • Goldman Sachs Group Optimistic on the Indonesian Economy

    American multinational finance company Goldman Sachs Group Inc believes Indonesia currently has strong enough economic fundamentals to cope with monetary tightening in the USA. Indonesia is in a better position now compared to 2013 when the taper tantrum (the winding down of the US Federal Reserve's quantitative easing program) led to massive capital outflows from emerging markets (and Indonesia was among the biggest victims with the rupiah weakening more than 25 percent against the US dollar in 2013).

    Lanjut baca ›

  • Impact of Fed's Interest Rate Hike on the Value of Indonesia's Rupiah

    Stock markets in Asia are mixed, yet tepid on Friday (16/12) after the US Federal Reserve raised its interest rate regime for the second time in a decade on Wednesday (14/12). Although the Fed's move was widely anticipated (and therefore already "priced in" to a high degree) it still resulted in some capital outflows from Asia's stock markets on Thursday (13/12). Japan, as usual, is the notable exception as US dollar strength (or yen weakness) makes Japan's export-oriented stocks more attractive.

    Lanjut baca ›

  • Bank of Indonesia: Assessing Impact of Sudden Rate Cut

    The Bank of Indonesia recently resorted to a sudden cut in interest rate (by 25 bps to 4.75 percent) at its 20th October 2016 meeting. This followed a 25 bps reduction in September and thus this is the sixth time this year that the Indonesian central bank has elected to loosen monetary policy.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Cuts Key Interest Rates Again in September

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) cut its benchmark BI 7-day Reverse Repo rate (RR rate) by 25 basis points to 5 percent at the policy meeting that was concluded on Thursday (22/09). The lender of last resort also cut the Deposit and Lending Facility rates¹ by 25 basis points to 4.25 percent and 5.75 percent, respectively. Given the stable domestic economy, Bank Indonesia is able to allow a loser monetary policy hence providing more room for accelerated economic growth amid a still uncertain global economic context.

    Lanjut baca ›

No business profiles with this tag