Di bawah ada daftar dengan kolom dan profil perusahaan yang subyeknya berkaitan.

Berita Hari Ini Rupiah

  • Update Mata Uang: Mengapa Rupiah Indonesia Mengalami Kenaikan?

    Rupiah Indonesia meneruskan penguatan yang luar biasa pada hari Selasa (22/12). Mata uang ini naik 0,98% menjadi Rp 13.672 per dollar Amerika Serikat (AS) pada pukul 11:10 Waktu Indonesia Barat (Bloomberg Dollar Index). Rupiah telah pulih dari level rendahnya pada Rp 14.123 per dollar AS pada hari Senin 14 Desember menjadi Rp 13.672 per dollar AS, naik 3,2% dalam waktu sekitar satu minggu. Ada beberapa hal yang menjelaskan kinerja yang luar biasa ini.

    Lanjut baca ›

  • Rupiah Indonesia Menguat Tajam Kendati Proyeksi Pesimis

    Rupiah Indonesia menguat secara signifikan terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada hari Senin (21/12) kendati ada prediksi bahwa rupiah akan menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia pada tahun 2016 akibat capital outflows (karena suku bunga AS direncanakan akan semakin dinaikkan pada tahun 2016), cadangan devisa Indonesia yang menurun, dan harga-harga komoditi yang terus-menerus rendah. Berdasarkan pada Bloomberg Dollar Index, rupiah telah menguat 1,13% menjadi Rp 13.760 per dollar AS pada pukul 14:20 Waktu Indonesia Barat (WIB) pada hari Senin (21/12).

    Lanjut baca ›

  • Indonesia Investments Menerbitkan Newsletter Edisi 20 Desember 2015

    Pada tanggal 20 Desember 2015, Indonesia Investments menerbitkan edisi terbaru dari newsletternya. Newsletter gratis ini, yang dikirim ke pelanggan kami sekali per minggu, berisi berita-berita yang paling penting dari Indonesia yang telah dilaporkan di website kami selama tujuh hari terakhir. Sebagian besar topik membahas isu-isu ekonomi seperti update performa saham dan rupiah Indonesia, tingkat suku bunga di Indonesia, neraca perdagangan, campuran energi negara ini, update dari kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dan banyak lagi.

    Lanjut baca ›

  • Indeks Harga Saham Gabungan Jatuh, Rupiah Menguat

    Indeks-indeks saham di Asia Tenggara jatuh pada hari Jumat (18/12), dipimpin oleh indeks-indeks acuan di Thailand dan Indonesia. Pasar-pasar Asia ini mengikuti koreksi global yang terjadi setelah investor mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari kenaikan suku bunga Federal Reserve. Saham-saham di Amerika Serikat (AS) dan Eropa turun pada hari Kamis dan hari Jumat, sementara harga minyak dan komoditi-komoditi lainnya terus menurun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia turun 1,92 persen menjadi 4,468.65 poin.

    Lanjut baca ›

  • Saham & Rupiah Indonesia: Aliran Modal Keluar Setelah Reli Kelegaan Pasar

    Setelah reli kuat pada hari Kamis (merespon positif terhadap pengumuman Federal Reserve untuk menaikkan Fed Fund Rate), aset-aset Indonesia melemah pada hari Jumat (18/12) sementara kebanyakan pasar Asia turun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,20% menjadi 4.501,34 poin pada pukul 09:45 WIB, sementara rupiah telah melemah 0,22% menjadi Rp 14.040 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Karena itu, saham-saham Indonesia mengikuti contoh saham-saham Amerika Serikat (AS) yang jatuh semalam.

    Lanjut baca ›

  • Suku Bunga Bank Indonesia Tidak Berubah di 7,50%

    Bank Indonesia, bank sentral dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 7,50% pada pertemuan kebijakan di bulan Desember pada hari Kamis (17/12). Sementara itu, fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) tidak berubah pada 5,50% dan fasilitas pinjaman di 8,00%. Ini adalah bulan kesepuluh berturut-turut Bank Indonesia tidak mengubah suku bunganya (pada bulan Februari 2015 bank sentral memangkas BI rate sebesar 0,25%).

    Lanjut baca ›

  • Saham & Rupiah Indonesia Menguat setelah Kenaikan Suku Bunga Amerika Serikat

    Saham dan rupiah Indonesia merespon sangat positif terhadap keputusan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan Fed Fund Rate yang menjadi acuan sebesar 25 basis poin pada Rabu (16/12). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 1,62% menjadi 4.555,96 poin, sementara rupiah menguat 0,44% menjadi Rp 14.009 per dollar AS. Tidak hanya saham di Indonesia tetapi saham global juga sangat naik pada akhir dari ketidakpastian yang berkelanjutan mengenai waktu kenaikan suku bunga AS.

    Lanjut baca ›

  • Bagaimana Saham & Mata Uang Asia Bereaksi pada Kenaikan Suku Bunga Federal Reserve?

    Federal Reserve Amerika Serikat (AS) akhirnya memutuskan untuk menaikkan Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan di bulan Desember (15-16 Desember) karena perbaikan yang signifikan pada kondisi pasar tenaga kerja AS (tingkat pengangguran di AS telah jatuh menjadi 5%) dan inflasi AS diproyeksikan untuk mencapai target the Fed sebesar 2% pada jangka waktu menengah. Setelah pengumuman ini saham AS melonjak. Pasar negara-negara berkembang tidak mengalami capital outflows besar-besaran setelah kenaikan ini. Indeks-indeks saham di Asia menguat tajam pada hari Kamis pagi (17/12).

    Lanjut baca ›

  • Penjualan Mobil di Indonesia Tetap Lambat di Akhir Tahun

    Sesuai dengan prediksi dan kecenderungan umum sepanjang tahun ini, penjualan mobil Indonesia turun 4,4% menjadi 87.311 unit pada bulan November 2015. Pada periode Januari-November 2015, total penjualan mobil di negara itu mencapai 940.317 unit, turun 16,7% dari penjualan mobil di periode yang sama tahun lalu. Penyebab utama dari performa yang lemah ini adalah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia akibat perlambatan ekonomi negara ini, inflasi yang tinggi (dalam tiga kuartal pertama tahun ini), dan harga komoditi yang rendah.

    Lanjut baca ›

  • Update Pasar Saham & Rupiah Indonesia: Menjelang Rapat Fed, Saham Asia Melemah

    Bursa saham di Asia mengalami cuaca buruk karena para investor menarik dana dari pasar negara-negara berkembang. Pada pukul 11:25 WIB, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia telah jatuh 1,11% menjadi 4.344,69 poin, sementara rupiah telah melemah 0,54% menjadi Rp 14.068 per dollar Amerika Serikat (Bloomberg Dollar Index). Para investor mencari aset yang (lebih) aman haven karena Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan Fed Fund Rate (untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) berikutnya (dijadwalkan pada 15-16 Desember).

    Lanjut baca ›

Artikel Terbaru Rupiah

  • Indonesia Sees Widening Current Account Deficit in Q2-2018

    Concerns about Indonesia's current account balance increased after Bank Indonesia announced last week that the country's current account deficit widened to USD $8.02 billion, or 3.0 percent of gross domestic product (GDP), in the second quarter of 2018. It is Indonesia's highest quarterly deficit since Q3-2014, thus putting additional pressures on the rupiah exchange rate.

    Lanjut baca ›

  • Economy of Indonesia is Facing Several Big Challenges

    There are doubts whether Indonesia's gross domestic product (GDP) growth can reach 5.2 percent year-on-year (y/y) in full-year 2018 as Indonesia is experiencing a couple of major challenges. Challenges include the global trade war, the fragile rupiah, Bank Indonesia's higher benchmark interest rate, the current account deficit, and political tensions ahead of the 2019 legislative and presidential elections. Currently, Indonesia Investments' forecast for Indonesia's economic growth is set at 5.2 percent (y/y) in 2018.

    Lanjut baca ›

  • CEOs' Optimism about Indonesian Economy & Politics Falls Slightly

    Chief executive officers (CEOs) in Indonesia have become slightly less optimistic about the Indonesian economy and politics. This makes sense considering the presence of simmering global trade tensions, sharp rupiah depreciation against the US dollar, and Bank Indonesia's recent series of interest rate hikes.

    Lanjut baca ›

  • How Big Indonesian Pharmaceutical Firms Cope with Rupiah Weakness

    One of the national industries that is heavily affected by the weak rupiah exchange rate is Indonesia's pharmaceutical industry. Considering around 90 percent of raw materials in the pharmaceutical industry need to be imported from abroad (in US dollars), production costs rise sharply in times of significant rupiah depreciation. It is estimated that materials imported from abroad account for about 75 percent of pharmaceutical companies' total production costs.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Conducts Ad Hoc Press Conference on Rupiah Movement

    In an ad hoc press conference on Thursday (26/04) Bank Indonesia Governor Agus Martowardojo provided an update on the performance of the Indonesian rupiah as well as an update on the strategies that are - or can be - used by the central bank to safeguard a stable rupiah. When the ad hoc press conference was announced we initially expected to see an interest rate hike. However, based on a statement from Bank Indonesia, this seems to be the last option the central bank wants to use.

    Lanjut baca ›

  • Indonesian Stocks Down, Bank Indonesia Active to Defend Rupiah

    Indonesia's benchmark Jakarta Composite Index fell 1.24 percent to 6,229.63 points on Tuesday (24/04). The performance of Indonesian stocks were in line with the general trend in Southeast Asia. Due to rising US treasury yields (touching nearly 3 percent, its highest level since January 2014) investors withdraw their funds from riskier assets in emerging markets. Concerns over US inflation and the fiscal deficit are behind the rising US treasury yield.

    Lanjut baca ›

  • Financial Update Indonesia: Rupiah, Forex & Current Account

    The central bank of Indonesia (Bank Indonesia) said the country's current account deficit remained under control, albeit widening in the last quarter of 2017. Indonesia's current account deficit reached USD $5.8 billion or 2.2 percent of gross domestic product (GDP) in Q4-2017 (up from a deficit of USD $4.6 billion or 1.7 percent of GDP in the preceding quarter).

    Lanjut baca ›

  • Finance Update Indonesia: Rupiah & Foreign Exchange Reserves

    Although the Indonesian rupiah has been strengthening against the US dollar since mid-December 2017, the rupiah may encounter serious pressures in the year 2018 amid US tax reforms, the US Federal Reserve's further monetary tightening, and unstable geopolitics. Meanwhile, Indonesian exports are expected to grow, but only in the range of 5-6 percent year-on-year (unlike 2017 when the nation's exports rebounded 17 percent).

    Lanjut baca ›

  • Local Currency Settlement Framework Indonesia, Malaysia & Thailand

    Earlier this week, the central banks of Indonesia (Bank Indonesia), Malaysia (Bank Negara Malaysia), Thailand (Bank of Thailand) jointly announced the launch of the local currency settlement framework. This framework aims at boosting the use of local currencies in transactions (specifically related to trade and investment) conducted between Indonesia, Malaysia and Thailand in an effort to reduce these countries' dependence on the US dollar.

    Lanjut baca ›

  • Bank Indonesia Sees Improving Global & Domestic Economy

    The Bank Indonesia (BI) Board of Governors agreed to hold the BI 7-day Reverse Repo Rate at 4.25 percent, while maintaining the deposit facility and lending facility rates at 3.50 percent and 5.00 percent, respectively, effective per 20 October 2017. The decision was in line with efforts to maintain macroeconomic and financial system stability, while stimulating the domestic economic recovery.

    Lanjut baca ›

Bisnis Terkait Rupiah