Bagaimana dengan Ekonomi Indonesia di 2015?
Setelah kecewa melihat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang hanya 4,71% pada basis year-on-year (y/y) di kuartal 1 tahun 2015, para investor merasa kuatir dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada sisa tahun ini. Pertumbuhan PDB yang lemah disebabkan oleh lemahnya performa ekspor (akibat lambatnya perekonomian global dan rendahnya harga-harga komoditi), tingkat suku bunga Indonesia yang tinggi (mengurangi daya beli masyarakat dan expansi bisnis oleh perusahaan lokal), dan lambatnya belanja pemerintah.
Meskipun International Monetary Fund (IMF) tetap memproyeksikan pertumbuhan pada 5,2% (y/y) untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh di 2015, Kalpana Kochhar (Wakil Direktur Departemen Asia Pasifik IMF) mengatakan bahwa hasil yang lemah di kuartal 1 tahun 2015 mungkin akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit turun di bawah perkiraan pertumbuhan oleh IMF ini.
Kochar menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah di Republik Rakyat Tionghoa (RRT) dan Jepang pada tahun ini - dua partner dagang utama untuk Indonesia - akan memberikan dampak negatif pada perekonomian Indonesia. RRT dan Jepang, negara-negara dengan perekonomian terbesar kedua dan ketiga di dunia, berkontribusi seperlima dari total ekspor non minyak & gas (migas) Indonesia. Dikombinasikan dengan pengetatan kondisi keuangan global, rupiah yang melemah, dan terbatasnya ruang fiskal bagi pemerintah Indonesia untuk mendongkrak perekonomian melalui investasi infrastruktur, ini akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dalam perekonomian Indonesia.
Volatilitas mata uang akan tetap tinggi karena Federal Reserve Amerika Serikat (AS) sedang mengetatkan pendekatan moneternya, sementara bank-bank sentral di wilayah Eropa dan Jepang sedang melonggarkan kebijakan-kebijakan moneternya. Keadaan ini menyebabkan masalah terutama bagi negara-negara yang memiliki leverage dan hutang perusahaan dengan denominasi mata uang asing yang tinggi, seperti Indonesia. Menurut data terakhir dari Bank Indonesia, hutang luar negeri sektor swasta naik 14% (y/y) di Februari 2015 menjadi 164,1 miliar dollar AS. Sebelumnya, Bank Indonesia telah berkali-kali menyatakan kekuatirannya mengenai sejumlah besar hutang swasta tanpa perlindungan keuangan (unhedged).
Pertumbuhan PDB Indonesia per Kuartal 2009–2015 (annual % change):
Tahun | Kuartal I |
Kuartal II | Kuartal III | Kuartal IV |
2015 | 4.71 | |||
2014 | 5.14 | 5.03 | 4.92 | 5.01 |
2013 | 6.03 | 5.81 | 5.62 | 5.72 |
2012 | 6.29 | 6.36 | 6.17 | 6.11 |
2011 | 6.45 | 6.52 | 6.49 | 6.50 |
2010 | 5.99 | 6.29 | 5.81 | 6.81 |
2009 | 4.60 | 4.37 | 4.31 | 4.58 |
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sementara itu, pemerintah Indonesia memiliki sumber daya yang terbatas untuk mendongkrak pertumbuhan (contohnya melalui pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan) karena pendapatan pemerintah terbatas akibat rendahnya harga-harga komoditi pada saat ini, sementara pendapatan dari pengumpulan pajak di empat bulan pertama di 2015 - Rp 310 triliun - jatuh di bawah target pemerintah (bahkan pengumpulan pajak di empat bulan pertama tahun 2015 [1,3%] lebih rendah dibandingkan pengumpulan di periode yang sama di tahun lalu). Pemerintah sentral menargetkan kenaikan 30% pengumpulan pajak di 2015, sebuah target yang telah digambarkan Bank Dunia sebagai "tidak realistis".
Perusahaan rating kredit dunia Fitch Ratings menyatakan bahwa kendati tetap ada sejumlah ruang bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan belanja fiskal untuk pembangunan infrastruktur (dan tetap berada dalam batasan fiskal sebesar 3% dari PDB), pemerintah seharusnya berfokus pada stabilitas ekonomi daripada mengejar pertumbuhan PDB real yang lebih tinggi dalam rangka mempertahankan status investment grade (yang akan mendongkrak kepercayaan para investor di Indonesia). Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro baru-baru ini mengatakan bahwa pemerintah mungkin akan membiarkan defisit anggaran melebar menjadi 2,2% dari PDB apabila usaha menghasilkan total pendapatan negara gagal mencapai targetnya.
Sementara itu, bank sentral Indonesia memiliki ruang terbatas untuk memotong tingkat suku bunganya (sebuah tindakan yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi) karena inflasi (6,79% y/y di April 2015) dan defisi transaksi berjalan (mendekati 3% dari PDB) masih tetap tinggi sementara nilai rupiah masih tetap melemah menjelang pengetatan moneter lebih lanjut di AS. Biaya peminjaman yang lebih tinggi telah menyebabkan penurunan pertumbuhan kredit di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Pada kuartal 1, pertumbuhan kredit rata-rata sekitar 12% (y/y), jauh di bawah target bank sentral yaitu antara 15% sampai 17%.
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaWakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, memprediksi akan terjadi percepatan pertumbuhan PDB Indonesia di kuartal kedua tahun 2015 karena sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah akan dimulai. Kalla juga menyarankan bank sentral untuk memotong suku bunganya pada tahun ini dalam rangka memfasilitasi akselerasi perekonomian. Kendati begitu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pada para wartawan bahwa bank sentral tetap berpegang pada posisi kebijakan moneter yang lebih ketat.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia:
Lembaga |
2015 | 2016 |
Asian Development Bank | 5.5% | 6.0% |
Bank Dunia | 5.2% | 5.5% |
International Monetary Fund | 5.2% | 5.5% |
Berbagai Sumber
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini