Bank Sentral Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan di 7,50% di Maret
Bank Sentral Indonesia (Bank Indonesia) memutuskan untuk tetap menjaga suku bunga acuannya pada 7,5% sebagai hasil keputusan pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang dilakukan hari ini. Suku bunga overnight deposit facility dan suku bunga lending facility dipertahankan masing-masing 5,5% dan 8%. BI menganggap bahwa kondisi suku bunga saat ini sesuai dengan targetnya untuk mendorong inflasi ke dalam target antara 3,0% sampai 5,0% dalam basis year on year (y/y) di tahun 2015 dan mengurangi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia antara 2,5% sampai 3,0% dari produk domestik bruto (PDB).
Bulan lalu, bank sentral Indonesia melakukan tindakan mengejutkan dengan menurunkan suku bungannya yang menjadi acuan (BI rate) sebanyak 25 basis poin menjadi 7,50%. Hal ini dilakukan terutama karena inflasi telah terkendali. Inflasi di Indonesia menurun menjadi 6,29% (y/y) di bulan Februari dari puncaknya 8,36% (y/y) di bulan Desember 2014. Pemotongan suku bunga di bulan lalu mengejutkan banyak - apabila bukan semua - analis. Namun, kali ini banyak analis setuju bahwa tidak akan ada pemotongan suku bunga lagi karena nilai tukar rupiah yang telah menjadi salah satu mata uang paling rentan karena perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS)
BI Rate Bank Indonesia:
Akibatnya, rupiah yang telah melemah ke level terendahnya sejak Agustus 1998, menguat 0,49% menjadi Rp 13.181 per dollar AS pada hari Selasa (17/03) menurut Bloomberg Dollar Index.
Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan BI (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate disingkat JISDOR) menguat 0,21% menjadi Rp 13.209 per dollar AS pada hri Selasa (17/03).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaIndonesia adalah salah satu negara berkembang yang mendapat manfaat signifikan dari pelonggaran kebijakan moneter AS yang dimulai pada akhir tahun 2000an. Program quantitative easing AS (dikombinasikan dengan tingkat suku bunga yang rendah) menyebabkan capital inflows ke Indonesia. Namun, pada saat ini, pengetatan moneter AS menyebabkan capital outflows dari pasar negara-negara berkembang, dan memicu momentum bullish untuk dollar AS.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini