Ekonomi Indonesia Tahun 2015: Kegagalan Mencapai Kebanyakan Target
Kementerian Keuangan Indonesia mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu (3/1) yang menyatakan bahwa Indonesia gagal memenuhi sebagian besar target ekonomi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Alasan utama dari lemahnya kinerja adalah harga komoditi yang rendah, pertumbuhan ekonomi global yang lesu, perlambatan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan arus keluar modal yang dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve Amerika Serikat (AS). Hanya realisasi inflasi dan hasil treasury yield yang sejalan dengan target pemerintah.
Meskipun merupakan kemunduran bagi Presiden Indonesia Joko Widodo, yang berjanji untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur dan memotong birokrasi, kegagalan dalam memenuhi sebagian besar target ekonomi tidaklah mengejutkan. Apalagi, Indonesia bukan satu-satunya negara di dunia yang terusik oleh kondisi global yang sulit dan arus modal yang mudah berubah arah pada tahun 2015.
Meskipun Pemerintah Indonesia awalnya memproyeksikan kecepatan pertumbuhan ekonomi di 5,7% pada APBN 2015, Kementerian Keuangan mengatakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kemungkinan besar akan mencapai 4,7% saja. Ini akan menjadi laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009. Angka pertumbuhan PDB 2015 resmi akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa bulan mendatang.
Defisit APBN Indonesia diperkirakan lebih besar dari perkiraan pada 2,84% dari PDB 2015, jauh di atas target awal pada 1,9% (dan tidak jauh dari batasan legal 3% PDB yang diimplementasikan pada 2009 dalam rangka menghindari krisis hutang seperti yang terjadi pada Krisis Finansial Asia di akhir 1990-an). Menurut data dari Kementerian Keuangan, Pemerintah membelanjakan Rp 1.810 triliun tahun lalu, sementara pendapatan diperkirakan pada Rp 1.492 triliun. Pendapatan Pemerintah yang lemah adalah dampak dari pengumpulan pajak yang lemah. Pemerintah diperkirakan hanya mengumpulkan 83% (Rp 1.236 triliun) dari target 2015 akibat perlambatan ekonomi dan juga karena Pemerintah menetapkan target pengumpulan pajak yang terlalu ambisius.
Nilai tukar rupiah rata-rata Rp 13.392 per dollar AS selama tahun 2015, jauh lebih lemah dari target Rp 12.500 per dollar AS, akibat dari capital outflow karena kekuatiran mengenai kenaikan suku bunga AS dan devaluasi yuan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaHarga minyak mentah Indonesia hanya mencapai kira-kira 50 dollar AS per barel di 2015, di bawah target 60 dollar AS yang ditetapkan pada APBN 2015 (mengimplikasikan pengurangan pengumpulan pendapatan dari sektor minyak dan gas). Sementara itu, produksi minyak mentah Indonesia diperkirakan pada 779.000 barel per hari (bph) per tahun, di bawah target 825.000 bph. Situasi ini ikut diakibatkan oleh gangguan di blok Cepu (bagian dari ladang minyak Banyu Urip) di Jawa Timur. Sementara itu, produksi gas (setara dengan 1,195 juta barel minyak barrels of oil equivalent per day/boepd) di 2015 juga tidak memenuhi targetnya (1,221 juta boepd).
Namun, untuk menyelesaikan dengan catatan yang positif, inflasi pada tahun 2015 jauh lebih rendah dari yang diperkirakan. Kementerian Keuangan menempatkan realisasi inflasi 2015 Indonesia di 3,1%, jauh di bawah target pemerintah sebesar 5% yang ditetapkan dalam APBN 2015.
Sementara itu, yield dari treasury notes Pemerintah berjangka waktu 3 bulan turun menjadi 5,97% dari target 6,2% akibat dari permintaan yang kuat dari para investor asing. Ini berhasil agak mengurangi tekanan terhadap defisit anggaran pemerintah.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini