Indeks Harga Saham Gabungan Jatuh, Rupiah Menguat
Indeks-indeks saham di Asia Tenggara jatuh pada hari Jumat (18/12), dipimpin oleh indeks-indeks acuan di Thailand dan Indonesia. Pasar-pasar Asia ini mengikuti koreksi global yang terjadi setelah investor mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari kenaikan suku bunga Federal Reserve. Saham-saham di Amerika Serikat (AS) dan Eropa turun pada hari Kamis dan hari Jumat, sementara harga minyak dan komoditi-komoditi lainnya terus menurun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia turun 1,92 persen menjadi 4,468.65 poin.
Waktu Federal Reserve AS mengumumkan pada hari Rabu (16/12) - sejalan dengan perkiraan pasar - bahwa the Fed akan menaikkan Fed Fund Rate yang menjadi acuan sebesar 0,25 persen, pasar awalnya bereaksi positif, menandakan bahwa sebagian besar investor sudah mempertimbangkan kenaikan suku bunga ini. Saham AS segera melonjak pada hari Rabu, diikuti oleh melonjaknya indeks-indeks di Asia pada hari Kamis (17/12). Namun, saham-saham AS jatuh pada hari Kamis karena penurunan harga minyak yang terus menerus dan aksi profit taking yang terjadi setelah reli yang terjadi akibat kelegaan pasar (menjelang liburan akhir di tahun minggu depan). Sekali lagi, kinerja saham-saham AS memiliki efek yang menular pada indeks-indeks Asia (tapi kali ini efek negatif), menjelaskan mengapa indeks-indeks saham Asia merosot pada hari Jumat.
West Texas Intermediate crude oil yang menjadi acuan di AS turun 1,00% menjadi 34,60 dollar AS per barel. Terlepas dari harga minyak yang rendah, penerbitan China Beige Book (survei triwulan kegiatan ekonomi) menimbulkan kekuatiran karena survei ini mendeteksi kelemahan yang dalam di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini.
Kejatuhan saham belum diperkirakan akan berakhir. Pada Jumat (18/12) Dow Jones industrial average turun 2,1% persen, Standard & Poor 500 index turun 1,8%, sementara Nasdaq composite turun 1,6%. Ini berarti bahwa saham-saham di Indonesia (dan di seluruh dunia) akan terus merasakan tekanan menurun pada awal minggu perdagangan yang baru.
Indeks sektor keuangan memimpin penurunan (turun 3%) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat karena kurangnya sentimen positif di industri keuangan negara ini. Pada hari perdagangan terakhir pekan ini, investor asing mencatat penjualan bersih sebesar Rp 309,6 miliar (sekitar 11 juta dollar AS).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia:
BEI akan ditutup pada hari Kamis 24 Desember, hari Jumat 25 Desember, dan hari Kamis 31 Desember karena perayaan Natal dan Tahun Baru.
Sangat kontras dengan performa saham Indonesia adalah performa rupiah Indonesia. Rupiah menguat 0,65% menjadi Rp 13.918 per dollar AS pada hari Jumat (18/12) berdasarkan Bloomberg Dollar Index. Kinerja yang luar biasa ini disebabkan oleh keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan BI rate di 7,50% pada rapat Dewan Gubernur di hari Kamis. Selain itu, Markit Economics' flash services purchasing managers index AS turun ke level 53,7 pada Desember, dari 56,1 pada bulan sebelumnya, menandakan pendinginan pertumbuhan bisnis baru di AS, sehingga melemahkan nilai tukar dollar AS. Terakhir, dollar AS melemah terhadap beberapa mata uang global setelah bank sentral Jepang hanya sedikit mengubah program pembelian aset bulanannya, menandakan bahwa bank sentrak Jepang mungkin tidak melonggarkan kebijakan moneternya sedrastis yang diharapkan.
Namun, nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) melemah 0,03% menjadi Rp 14.032 per dollar AS pada hari Jumat (18/12).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaBahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini