Indonesia Mencatat Surplus Perdagangan Bulan Juni Namun Kekuatiran Berlanjut
Indonesia mencatat surplus perdagangan 477 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada bulan Juni 2015, surplus perdagangan ke-7 secara beruntun. Meskipun begitu, menurut data terakhir dari BPS, diterbitkan pada hari Rabu (14/07), ekspor Indonesia pada Juni ini jatuh 12,8% (year-on-year) menjadi 13,4 miliar dollar AS, sementara impor jatuh 17,4% (year-on-year) menjadi 12,9 miliar dollar AS. Angka-angka ini menunjukkan bahwa surplus perdagangan Indonesia terutama disebabkan oleh permintaan domestik yang lemah dan lebih melambat daripada permintaan global (yang terus melambat juga). Kondisi ini meningkatkan kekuatiran mengenai pertumbuhan perekonomian domestik dan global.
Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang melambat, rupiah yang lemah, melambatnya pertumbuhan investasi dan kurangnya belanja Pemerintah adalah faktor-faktor kunci yang menjelaskan mengapa permintaan domestik telah menurun di Indonesia dan hal ini dibuktikan oleh menurunnya angka impor. Di kuartal 1 tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat sampai level terendah dalam enam tahun terakhir menjadi 4,71% (year-on-year). Karena lemahnya angka-angka impor-ekspor, kekuatiran berlanjut bahwa pertumbuhan ekonomi belum bisa segera berakselerasi di kuartal kedua tahun 2015. Pada awal minggu ini, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) mengatakan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal kedua tahun 2015 akan tetap terbatas. Salah satu sebabnya adalah lemahnya belanja konsumen. Di awal Agustus BPS akan menerbitkan angka PDB resmi untuk kuartal kedua tahun 2015.
Meskipun begitu, di basis bulanan, impor Indonesia bertumbuh 11,6% di bulan Juni akibat permintaan yang lebih tinggi menjelang bulan Ramadan (yang berawal di pertengahan Juni) dan perayaan Idul Fitri. Permintaan domestik dan belanja konsumen selalu memuncak menjelang dan saat perayaan-perayaan musiman ini. Meskipun begitu, tidak mungkin untuk menganalisis (menggunakan data perdagangan Juni) apakah permintaan domestik saat Ramadan tahun ini telah menurun karena bulan puasa umat Muslim di tahun lalu berawal pada akhir Juni.
Di sisi lain, impor yang lemah membantu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia, neraca transaksi berjalan, dan menyediakan dukungan untuk rupiah yang telah melemah akibat momentum bullish dollar AS sejak Mei 2013. Bank sentral Indonesia memprediksi bahwa defisit transaksi berjalan akan berkurang menjadi 2,5% dari PDB di kuartal kedua tahun 2015. Defisit berada pada 3,9% dibandingkan PDB di kuartal yang sama tahun lalu. Sebuah neraca transaksi berjalan yang membaik akan membuat negara ini kurang rentan terhadap capital outflow yang disebabkan guncangan perekonomian global.
Sementara itu, rupiah sedikit melemah pada hari Rabu (15/07). Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah melemah 0,05% menjadi Rp 13.346 per dollar AS. Pada awal minggu ini, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan bahwa rupiah saat ini diperdagangkan pada nilai fundamentalnya namun bank sentral akan tetap aktif di pasar untuk meminimalkan volatilitas. Cadangan devisa Indonesia jatuh menjadi 108 miliar dollar AS di bulan Juni setelah bank sentral menggunakan sebagian dari cadangannya untuk mendukung rupiah. Sejauh ini di tahun ini, rupiah telah melemah lebih dari 7% terhadap dollar AS.
Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) melemah 0,07% menjadi Rp 13.329 per dollar AS pada hari Rabu (15/07).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaSecara kumulatif, surplus perdagangan Indonesia bernilai total 4,35 miliar dollar AS di 6 bulan pertama tahun 2015 (BPS mengumumkan bahwa surplus perdagangan Mei Indonesia direvisi menjadi 1,08 miliar dollar AS).
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini