Pendapatan Usaha Tambang Batubara Turun karena Harga Rendah
Pendapatan perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara umum menurun pada 2014. Ini menjadi bukti bahwa industri batubara, yang merupakan bisnis yang menguntungkan pada tahun 2000an (hingga 2011), masih mengalami perlambatan karena masalah-masalah ekonomi global. Ekonomi global yang bergerak lambat menyebabkan permintaan yang rendah bagi komoditi-komoditi seperti batubara dan minyak sawit mentah (dua penghasil devisa penting di Indonesia). Perlambatan pertumbuhan ekonomi di Republik Rakyat Tionghoa (RRT) khususnya mengkhawatirkan.
Masalah yang paling problematik adalah bahwa perekonomian RRT, negara yang membeli hampir setengah dari kargo-kargo batubara dan bijih di dunia, diperkirakan terus melambat menyentuh level pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 25 tahun terakhir pada tahun 2015. Sementara itu, para pembuat kebijakan di RRT menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% (year-on-year) untuk tahun ini, target pertumbuhan RRT yang paling rendah selama 15 tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di RRT, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan mitra dagang paling penting bagi Indonesia, membawa dampak-dampak negatif karena permintaan akan produk-produk ekspor Indonesia menurun tajam dan menyebabkan tekanan pada neraca perdagangan Indonesia (dan juga neraca transaksi berjalan Indonesia) serta nilai tukar rupiah. Sementara itu, para eksporter Indonesia yang bergantung pada permintaan dari RRT akan mengalami penurunan pendapatan.
Karena kelebihan suplai di pasar RRT, permintaan batubara di Cina jatuh sebanyak 22 juta ton pada 2014. Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada perlambatan permintaan batubara dari RRT adalah beberapa kebijakan baru yang bertujuan membatasi impor batubara, termasuk pajak impor batubara yang baru menerapkan pajak impor 6% untuk batubara termal dan juga kontrol-kontrol kualitas yang baru. terlebih lagi, Perdana Menteri RRT Li Keqiang mengatakan bahwa RRT, negara konsumen energi terbesar di dunia, berniat mengurangi intensitas energi (yang merupakan jumlah energi yang digunakan untuk tiap unit Produk Domestik Bruto-nya) sebanyak 3,1% pada tahun ini. Ini berarti pengurangan pengunaan tahunan dari batubara sebanyak 176 juta ton. Selain ingin mengurangi polusi, RRT ingin mengurangi impor batubara dari negara asing untuk mendukung industri batubara domestiknya yang didanai dengan hutang. Pada dua bulan pertama di 2015, impor batubara RRT berjumlah 32 juta ton, menurun 45,3% dari periode yang sama di 2014.
Harga batubara acuan (HBA) yang digunakan Pemerintah Indonesia menurun 27% pada 2014. Tahun ini, HBA terus menurun karena kelebihan suplai global. Pada Februari 2015, kisaran harga ada di 63 dollar Amerika Serikat (AS) per ton. Sementara itu harga batubara Newcastle yang menjadi acuan internasional turun 17% tahun lalu. Harga rata-rata menjadi 70,95 dollar AS per ton.
Menurunnya harga batubara dunia disebabkan karena kelebihan suplai dan kelebihan kapasitas di pasar. Namun, dalam upaya mengurangi dampak penurunan harga batubara, para penambang Indonesia cenderung menaikkan tingkat produksi (dan karenanya menekan harga lebih lanjut).
Karena pertumbuhan ekonomi RRT diprediksi akan terus menurun kecepatannya, prospek pendapatan industri pertambangan batubara Indonesia di 2015 dan 2016 tidak positif. Harga batubara diperkirakan akan tetap rendah (atau tidak banyak bergerak) karena kelebihan supai dan karenanya membatasi keuntungan perusahaan-perusahaan pertambangan batubara. Total produksi batubara di Indonesia diprediksi mencapai 425 juta metrik ton di 2015.
Performa Keuangan Perusahaan Batubara yang Terdaftar di BEI:
Perusahaan | Net Profit – (Loss) 12 months 2014 |
Growth yoy |
Revenues 12 months 2014 |
Growth yoy |
Adaro Energy | USD 178.2 million | -23.9% | USD 3.32 billion | +1.2% |
Bumi Resources |
||||
Golden Energy Mines | IDR 133.4 billion | -41.1% | IDR 5.19 trillion | +17.1% |
Harum Energy | ||||
Indo Tambangraya Megah | USD 200.2 million | -2.3% | USD 1.94 billion | -10.6% |
Samindo Resources | ||||
Tambang Batubara Bukit A. | IDR 2.02 trillion | +9% | IDR 13.08 trillion | +16.7% |
Toba Bara Sejahtera | USD 18.3 million | -1.1% | USD 499.9 million | +18.5% |
Berbagai sumber
Satu-satunya pengeculian di tabel di atas adalah Tambang Batubara Bukit Asam. Kendati kondisi menurun di industri batubata, perusahaan ini mendapatkan pertumbuhan 9% (y/y) di laba bersihnya yang menjadi Rp 2,02 triliun di 2014. Performa ini disebabkan karena sejumlah strategi yang sukses mengurangi ongkos produksi.
Sementara itu, seorang pejabat dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan pada hari ini bahwa produksi batubara Indonesia menurun 8% (y/y) menjadi 36 juta ton pada Januari 2015, sementara ekspor di Januari adalah 30 juta ton, naik dari 25,9 juta ton di bulan sebelumnya.
Produksi, Ekspor dan Konsumpsi Batubara Indonesia:
2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | |
Produksi | 217 | 240 | 256 | 275 | 353 | 383 | 421 | 435 |
Ekspor | 163 | 191 | 198 | 208 | 272 | 304 | 349 | 359 |
Domestik | 61 | 49 | 56 | 67 | 80 | 79 | 72 | 76 |
dalam juta ton
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources
Lanjut Baca:
• Coal Mining News: Indonesia Plans to Raise Coal Royalties in March
• News from Indonesia’s Coal Mining Industry: Production & Export
• Coal Mining Industry Indonesia: Higher Royalties for IUP-Holders
• Illegal Coal Shipments from Indonesia Form a Persistent Problem
• Coal Mining in Indonesia: Safeguarding Future Energy Sources
• Indonesia Coal Update: Export, Production and New License System
• Overview of the Coal Mining Industry in Indonesia
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini