Penurunan Drastis Rupiah Indonesia: Jatuh ke Rp 13,200 per Dollar AS
Di Indonesia, lampu sorot tetap tajam terfokus pada pelemahan drastis rupiah. Karena semakin berkembangnya spekulasi bahwa US Federal Reserve akan segera menaikkan tingkat suku bunga pinjamannya, aset-aset pasar berkembang (baik mata uang maupun saham) cenderung melemah. Walau sebagian besar mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), rupiah lebih rentan karena Indonesia sedang mengalami defisit transaksi berjalan yang besar. Hal ini menginformasikan kepada para investor bahwa negara ini bergantung pada capital inflows dari negara-negara asing.
Menurut pernyataan terakhir dari bank sentral Indonesia (Bank Indonesia), defisit transaksi berjalan akan sedikit bertambah menjadi (minimal) 3% dari produk domestik bruto (PDB) di tahun 2015, sebuah level yang pada umumnya dianggap sebagai batas 'stabil' dan 'tidak stabil' dari defisit transaksi berjalan. Defisit telah berkurang menjadi 2,95% dari PDB (6,1 miliar dollar AS) pada tahun 2014 dari 3,18% PDB di tahun sebelumnya, namun diprediksi akan menjadi lebih besar di tahun ini.
Kemarin, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa pemerintah akan menerapkan beberapa peraturan baru sebagai upaya untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Tindakan-tindakan ini termasuk penerapan bea masuk impor anti-dumping sementara (walaupun pihak berwenang menolak untuk menginformasikan produk-produk impor mana yang menjadi target). Peraturan baru ini pada dasarnya berarti bea masuk anti-dumping bisa diterapkan lebih cepat (tanpa butuh menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan Kementerian Perdagangan). Kementerian Keuangan Indonesia juga akan menawarkan keringan-keringanan pajak kepada perusahaan-perusahaan yang mengekspor lebih dari 30% dari produksi mereka. Kebijakan-kebijakan baru ini bertujuan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan (dan industri manufakturing domestik) dan karena itu seharusnya mengurangi tekanan-tekanan terhadap rupiah.
Pada hari Rabu (11/03), Bloomberg index yang menelusuri data mata uang di 20 negara berkembang jatuh untuk 10 hari berturut-turut ke rekor terendah dalam sejarah karena data pekerjaan AS yang melebihi prediksi. Rupiah menurun 1,13% ke Rp 13.243 per dollar AS pada 12:05 WIB (Bloomberg Dollar Index).
Terlebih lagi, Bank Indonesia baru saja memberikan sinyal pada berbagai kesempatan bahwa BI nyaman dengan rupiah yang lemah karena akan membuat ekspor Indonesia lebih kompetitif di pasar global. Hal ini akan memperbaiki neraca transaksi berjalan (yang kemudian akan memperkuat nilai tukar rupiah). Namun, perkembangan ini juga menguatirkan bagi para investor karena prediksi jumlah pendapatan perusahaan-perusahaan semakin berkurang (untuk setiap penurunan 1% dari nilai tukar rupiah - terhadap dollar AS - pertumbuhan pendapatan per saham dari perusahaan-perusahaan Indonesia berkurang 0,8% menurut analisis Bahana Securities). Pada hari Rabu (11/03), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 0,88% ke 5.415,10 poin selama sesi perdagangan pertama.
Mata uang di negara-negara berkembang, termasuk rupiah, mendapat dampak negatif dari likuiditas yang meningkat di Eropa dan Jepang karena paket kebijakan moneter yang lebih longgar dari Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Jepang. Kebijakan-kebijakan ini tidak hanya meningkatkan likuiditas, namun juga membuat euro dan yen melemah terus menarik turun nilai tukar mata uang-mata uang lainnya.
Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan BI (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) menurun 0,80% ke Rp 13,164 per dollar pada hari Rabu (11/03).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaIndonesia adalah negara dengan performa mata uang terburuk kedua di antara mata uang negara-negara berkembang lainnya pada awal 2015 (setelah ringgit Malaysia). Rupiah telah menurun lebih dari 5% terhadap dollar AS.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini