Rupiah & Saham Indonesia Menguat setelah Pertemuan Federal Reserve
Saham di Indonesia dan nilai tukar rupiah menguat tajam pada hari Kamis (19/03) setelah Federal Reserve menunda menaikkan suku bunga acuannya dalam Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) selama dua hari yang berakhir pada hari Rabu (18/03) karena inflasi Amerika Serikat (AS) masih rendah sedangkan pertumbuhan ekonomi AS sedikit melambat. Bank sentral AS menberikan sinyal bahwa Fed tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga acuannya. Di sisi lain, Fed juga menghapuskan kata 'sabar' dari panduannya untuk suku bunga (yang berada dalam posisi paling rendah sejak akhir 2008).
Federal Reserve memberikan sinyal bahwa kenaikkan suku bunga kemungkinan juga tidak akan terjadi dalam pertemuan FOMC selanjutnya di April 2015. Para analis mengasumsikan bahwa Fed akan menaikkan suku bunganya pada (akhir) musim panas tahun ini asal ada perbaikan lebih lanjut di pasar tenaga kerja AS dan inflasi telah masuk target 2%.
Setelah pengumuman dari Federal Reserve ini, pasar AS (harga saham maupun obligasi) segera naik tajam pada hari Rabu. Dow Jones Industrial Average naik 1,3% menjadi 18.076,19 poin, Standard & Poor's 500 Index naik 1,2% menjadi 2.099,50 poin, sementara Nasdaq Composite naik 0,9% menjadi 4.982,83 poin. Mirip dengan situasi itu, pasar di negara-negara berkembang ikut merasakan dampak positif dari penundaan proses pengetatan moneter AS lebih lanjut. Dollar AS, yang telah mengalami momentum bullish sejak Federal Reserve mulai menurunkan program quantitative easing, jatuh nilai tukarnya terhadap kebanyakan mata uang setelah pernyataan dari Federal Reserve tersebut. Nilai tukar rupiah, yang berada dalam posisi paling rendah selama 17 tahun terakhir terhadap dollar AS, kembali naik dan menguat 1,25% menjadi Rp 13.013 per dollar AS pada pukul 10:15 Waktu Indonesia Barat (WIB) pada hari Kamis (19/03) menurut Bloomberg Dollar Index, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,61% menjadi 5.446,15 pada waktu yang sama.
Karena pasar keuangan dan saham Indonesia didominasi oleh para investor asing, pasar ini sangat rentan terhadap peristiwa-peristiwa dunia. Contohnya, ketika AS mulai melonggarkan kebijakan moneternya (dengan suku bunga yang rendah dan program quantitative easing besar-besaran pada akhir 2000an), Indonesia menerima jumlah capital inflow yang signifikan. Namun, pada saat yang sama, Indonesia menjadi sangat rentan terhadap capital outflow ketika terjadi guncangan-guncangan perekonomian dunia (contohnya ketika ada ancaman kenaikan suku bunga di AS), terutama karena negara ini mengalami defisit transaksi berjalan yang besar. Bank sentral Indonesia memprediksi bahwa defisit alan membesar menjadi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2015, naik dari 2,95% dari PDB di tahun lalu. Defisit transaksi berjalan yang besar berarti Indonesia memperbesar liabilities terhadap seluruh dunia yang dibiayai oleh arus masuk pada neraca keuangan.
Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, disingkat JISDOR) menguat 1,19% ke Rp 13.008 per dollar AS pada hari Kamis (19/03).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank IndonesiaBahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini