Tantangan Terus Menerus untuk Produsen Rokok Indonesia
Tahun 2015 adalah tahun yang sulit bagi industri rokok Indonesia karena terjadi kenaikan cukai sebesar 8,7% untuk produk-produk tembakau pada awal tahun 2015 dan melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi negara ini. Pada sembilan bulan pertama tahun 2015 penjualan rokok di Indonesia jatuh 1,3% pada basis year-on-year (y/y) menjadi 232 miliar rokok. Tahun depan, tantangan-tantangan akan tetap ada karena Pemerintah Indonesia mempersiapkan kenaikan pajak tembakau yang baru (23%). Kendati begitu, daya beli masyarakat diprediksi membaik karena pertumbuhan ekonomi mungkin berakselerasi.
Industri tembakau Indonesia di segmen rokok linting mesin telah bertumbuh pesat di beberapa tahun terakhir, kini berkontribusi untuk 75% dari total penjualan rokok, sementara rokok cengkeh - dikenal sebagai kretek - berkontribusi untuk 19% dan rokok putih berkontribusi untuk sisa 6%. Karena rokok kretek kebanyakan adalah rokok linting tangan (mengimplikasikan bahwa ini adalah industri yang padat tenaga kerja) Pemerintah telah menetapkan pajak yang lebih rendah untuk rokok kretek (untuk menghindari kenaikan jumlah pengangguran karena perusahaan rokok memotong gaji atau menaikkan harga rokok dalam rangka mengoptimalkan keuntungan).
Ancaman pajak tembakau yang lebih tinggi akan memberi dampak negatif pada performa keuangan produsen-produsen rokok terbesar di Indonesia: HM Sampoerna, Gudang Garam, Wismilak Inti Makmur dan Bentoel Internasional Investama. Kendati begitu, penjualan mungkin bisa didongkrak bila perekonomian Indonesia memang berakselerasi setelah lima tahun perlambatan pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bertumbuh 5,3% pada basis year-on-year (y/y) tahun depan dari perkiraan laju pertumbuhan pada 4,7% (y/y) di 2015.
HM Sampoerna, perusahaan rokok terbesar di Indonesia (mengontrol pangsa pasar sedikit di atas 30%), diperkirakan akan mengalami kelanjutan penurunan gross margin (perbedaan antara pendapatan dan biaya harga yang dijual dibagi dengan penerimaan) akibat persaingan yang meningkat di industri ini. Di 2013, gross margin perusahaan ini adalah 26,8%. Jatuh menjadi 25,4% di 2014 dan diperkirakan untuk semakin menurun menjadi 24,3% di tahun 2015. Pada waktu yang sama, pangsa pasar HM Sampoerna di industri tembakau juga telah menurun selama tahun-tahun ini.
Gudang Garam, di sisi lain, telah berhasil menjaga pangsa pasarnya kira-kira 23% (sejak 2010). Perusahaan ini memiliki rasio price-to-earnings yang lebih rendah (pada 21 kali) dibandingkan dengan HM Sampoerna (pada 48 kali).
Gudang Garam, on the other hand, has been able to maintain its market share at around 23 percent (since 2010). This company also has a lower price-to-earnings ratio (at 21 times) compared to HM Sampoerna (at 48 times).
Performa Saham Perusahaan Tembakau yang Terdaftar versus IHSG (JKSE):*
HM Sampoerna (HMSP)
Gudang Garam (GGRM)
Wismilak Inti Makmur (WIIM)
Bentoel Internasional Investama (RMBA)
* normalized stocks, 1 January 2015 = 100
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini