Update Berita Minyak Sawit: Pajak Ekspor CPO Indonesia Tetap pada 0%
Pajak ekspor Indonesia untuk pengapalan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) akan tetap pada 0% di Oktober 2015 karena harga referensi CPO Pemerintah jatuh 13% (month-on-month) menjadi 529,51 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton. Ketika harga referensi CPO ini berada di bawah batasan 750 dollar AS per ton, maka Pemerintah menghapuskan pajak ekspor dalam rangka untuk membuat pembelian minyak sawit Indonesia menjadi lebih menarik. Kendati begitu, para eksportir masih tetap dikenai beacukai ekspor minyak sawit yang baru-baru ini diberlakukan. Ketika pajak ekspor dipotong menjadi 0%, para eksportir diharuskan untuk membayar beacukai senilai 50 dollar AS per ton untuk pengapalan CPO dan 30 dollar AS per ton untuk pengapalan produk-produk minyak sawit olahan (sebagian dari pendapatan ini disalurkan kepada program subsidi biodiesel Indonesia).
Kendati begitu, futures minyak sawit di Kuala Lumpur menyentuh ketinggian 2.460 ringgit (kira-kira 555 dollar AS) per metrik ton pada awal minggu ini karena ringgit menyentuh level terendah dalam 17 tahun terhadap dollar AS (membuat minyak sawit lebih menarik bagi para pembeli asing). Dorab Mistry, Direktur Godrej Industries Ltd, percaya bahwa kenaikan harga minyak sawit ini bisa diperpanjang. Kendati begitu, dia menambahkan, bahwa kenaikan harga CPO berkepanjangan kemungkinan besar tidak akan terjadi kecuali bila harga minyak mineral naik secara signifikan. Minyak mentah yang murah membuat minyak nabati (seperti minyak sawit) menjadi pilihan yang kurang menarik untuk biofuel berbahan minyak sawit.
Mistry juga mengatakan bahwa harga minyak sawit bisa didukung sampai tahun 2016 bila Indonesia dapat menyerap jumlah yang signifikan dari produksi minyak sawitnya melalui program biodiesel. Kendati begitu, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini memiliki rekam jejak yang lemah mengenai implementasi kebijakan-kebijakan baru.
Lebih lanjut lagi, harga CPO didukung oleh kekuatiran bahwa fenomena cuaca El Nino (yang mengurangi curah hujan di Asia Tenggara) akan mengurangi hasil produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, dua negara pembudidaya dan pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia, sebanyak kira-kira 30%. Kekuatiran ini berhasil menarik minyak sawit keluar dari pasar bearish yang telah dimasukinya di bulan Agustus.
Di sisi lain, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan yang tinggi ke Amerika tempat produksi kacang kedelai (minyak kedelai adalah rival utama di pasar global) diprediksi akan berlimpah.
Sementara itu, India memutuskan untuk menaikkan beacukai impor minyak-minyak nabati di bulan ini. Negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia ini meningkatkan beacukai impor CPO (dan minyak kedelai) dari 7,5% menjadi 12,5%. Tindakan ini sangat mungkin akan mengurangi impor.
Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:
2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015¹ | |
Production (million metric tons) |
19.2 | 19.4 | 21.8 | 23.5 | 26.5 | 27.0 | 31.0 | 31.5 |
Export (million metric tons) |
15.1 | 17.1 | 17.1 | 17.6 | 18.2 | 21.2 | 20.0 | 19.5 |
Export (in USD billion) |
15.6 | 10.0 | 16.4 | 20.2 | 21.6 | 19.0 | 21.0 |
¹ menunjukkan prognosis
Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations, Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) and Indonesian Ministry of Agriculture
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini