Update Kepemilikan Asing Properti (Apartemen Mewah) di Indonesia
Seperti dilaporkan sebelumnya, Pemerintah Indonesia merencanakan untuk merevisi hukum yang melarang kepemilikan warganegara asing atas properti di Indonesia (yaitu Peraturan Pemerintah No. 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia). Dalam rangka mendongkrak pendapatan pajak dan juga industri properti domestik, pemerintah akan mengizinkan warganegara asing (ekspatriat) untuk membeli, memiliki, mewarisi dan memperdagangkan apartemen mewah yang memiliki nilai minimum Rp 5 miliar. Penting untuk dicatat bahwa semua jenis properti lain di Indonesia tidak bisa dimiliki oleh warganegara asing.
Namun, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, menggatakan minggu yang lalu bahwa warganegara asing akan diizinkan untuk memiliki apartemen (komersil) mewah ini dengan sebutan ‘hak pakai’, bukan ‘hak milik’. Undang-Undang Pertanahan Indonesia 1960 jelas menyatakan bahwa hak kepemilikan hanya berlaku untuk warganegara Indonesia, sementara hak pakai bisa dipegang oleh warganegara asing. Meskipun begitu, telah disebutkan di atas bahwa Peraturan Pemerintah No. 41/1996 menspesifikasikan bahwa warganegara asing hanya bisa diberikan hak pakai untuk periode 25 tahun (dan bisa diperpanjang lagi selama 20 tahun). Pembatasan waktu ini perlu direvisi karena Pemerintah tidak akan memberlakukan batasan waktu apa pun untuk kepemilikan apartemen mewah ini oleh para ekspatriat. Ferry menambahkan bahwa hak pakai untuk apartemen ini bisa diwarisi oleh pewaris warganegara asing.
Sebuah Peraturan Pemerintah untuk kepemilikan asing atas properti di Indonesia diprediksi akan diterbitkan sebelum akhir tahun ini.
Apartemen-apartemen mewah ditetapkan bernilai mimimum Rp 5 miliar, sangat mahal untuk standar Indonesia, untuk menghindari gelembung properti.
Pentingnya Perjanjian Pra-Nikah untuk Pernikahan Beda Kewarganegaraan di Indonesia
Karena sentimen anti-kolonial, Indonesia tetap memberlakukan peraturan khusus dalam Undang-Undang Agraria 1960 yang mendiskriminasi warganegara Indonesia yang memilih untuk menikahi warganegara asing. Berdasarkan hukum ini, seorang warganegara Indonesia yang menikah dengan orang asing akan kehilangan hak untuk memiliki tanah atau properti di Indonesia. Alasan dibalik larangan ini adalah karena pernikahan menyebabkan penggabungan kekayaan diantara kedua pihak. Namun karena warganegara asing tidak diizinkan untuk memiliki tanah dan properti di Indonesia, tanpa larangan ini perceraian atau kematian dapat menyebabkan aset-aset ini jatuh ke tangan asing.
Solusi untuk keadaan ini untuk pasangan beda kewarganegaraan adalah dengan membuat sebuah perjanjian pra-nikah yang memisahkan kekayaan. Dengan ‘perjanjian pra-nikah’ ini, hukum Indonesia, bank-bank, dan pengembang rumah mengizinkan warganegara Indonesia (yang menikah dengan warganegara asing) untuk memiliki real estate dan hipotek.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini