Bagian Kolom Berita ini berisi artikel dengan analisis mendalam mengenai topik yang memiliki nilai berita tinggi di Indonesia dan dapat dianggap sebagai topik-topik yang mampu mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Sebagian besar berita yang diterbitkan di sini mencakup pokok permasalahan politik, ekonomi atau sosial. Dengan mengikuti artikel di bagian ini, Anda akan diberitahu mengenai apa yang terjadi di Indonesia dan - tidak kalah pentingnya - memahami mengapa hal itu terjadi.
Indonesia needs to prepare for higher electricity tariffs as the government and House of Representatives (DPR) agreed on cutting electricity subsidies for 450 VA and 900 VA households starting from 1 January 2016. Indonesian authorities only want to provide electricity subsidies to the 24.7 million poorest Indonesian households. However, currently around 45.4 million Indonesians have connections of 450 VA and 900 VA.
Today (22/10), the World Bank released the October 2015 edition of its flagship Indonesia Economic Quarterly, titled "In Times of Global Volatility". In the report the World Bank states that despite current ongoing global uncertainties (caused by looming monetary tightening in the USA and China's economic slowdown), which make macroeconomic management difficult in the year ahead, pro-active government action could offset the negative impact and may help to boost growth.
Last week it was officially announced that China Railway International Co. Ltd, subsidiary of China Railway Group Ltd, together with a consortium consisting of Indonesian state-owned enterprises (which include Pilar Sinergi BUMN Indonesia, Wijaya Karya, Kereta Api, and Jasa Marga) will build Indonesia's first ever high-speed railway, valued at over USD $5 billion, between the capital city of Jakarta and Bandung (in West Java), a route that stretches for approximately 150 km.
Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 1,02 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada bulan September 2015, lebih tinggi dari perkiraan para analis dan naik dari surplus perdagangan direvisi yang dicatat pada 328 juta dollar AS pada bulan sebelumnya. Ini adalah bulan kesepuluh secara beruntun terjadi surplus perdagangan di Indonesia. Kendati begitu, surplus perdagangan bulan September terutama disebabkan karena impor yang menurun cepat dan merefleksikan lemahnya pertumbuhan investasi dan lemahnya konsumsi di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
