Penjelasan Perbankan Syariah di Indonesia: Peraturan Baru & Kepemilikan Asing
Pihak-pihak berwenang keuangan Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mempermudah kepemilikan asing di bank syariah lokal serta mempromosikan instrumen-instrumen finansial (taat syariah) baru dalam rangka menciptakan industri keuangan syariah yang lebih menarik untuk investor asing dan masyarakat Indonesia. Meskipun memiliki populasi Muslim terbesar di dunia dan merupakan negara dengan ekonomi berkembang yang dinamis, Indonesia hanya memainkan peran kecil dalam industri perbankan syariah global. Sementara itu, secara domestik, perbankan syariah masih jauh di belakang perbankan konvensional.
Meskipun begitu, kendati masih kecil dibandingkan dengan industri perbankan konvensional, industri keuangan syariah Indonesia telah bertumbuh cepat di beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya kesadaran perbankan syariah dan dukungan Pemerintah. Antara tahun 2010 sampai 2014, aset perbankan syariah Indonesia bertumbuh dari Rp 100 triliun menjadi Rp 279 triliun, atau dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 29,2%. Kecepatan pertumbuhan ini secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang dicatat di pasar-pasar perbankan syariah di negara lain karena pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia berasal dari modal awal yang rendah. Sementara itu, aset perbankan konvensional Indonesia meluas dengan kecepatan jauh lebih lambat dengan CAGR sebesar 16,9% pada periode yang sama (2010-2014).
Jelas industri keuangan syariah di Indonesia masih tertinggal (jauh) di belakang mitra konvensionalnya kalau kita mempelajari bahwa bank-bank syariah di Indonesia hanya memiliki kira-kira 4,7% dari aset-aset total perbankan Indonesia. Secara kontras, di Malaysia - dengan hanya 61% dari total populasi 61 juta orang adalah umat Muslim - perbankan syariah memegang pangsa pasar 20% (di Indonesia hampir 90% dari total populasi, yang berjumlah kira-kira 250 juta orang, adalah umat Muslim). Sementara itu, di Arab Saudi (yang memiliki industri keuangan syariah terbesar di dunia) bank syariah memiliki lebih dari 50% total aset perbankan di negara tersebut.
Aset Perbankan Syariah di Indonesia (dalam Rp trilyun):
2010 | 2011 |
2012 | 2013 | 2014 | |
Islamic Commercial Banks & Islamic Business Units | 975 | 145.5 | 195.0 | 242.3 | 272.3 |
Islamic Rural Banks | 2.7 | 3.5 | 4.7 | 5.8 | 6.6 |
Total Assets | 100.3 | 149.0 | 199.7 | 248.1 | 278.9 |
Sumber: OJK
Pangsa pasar perbankan yang rendah saat ini untuk perbankan syariah di Indonesia dikombinasikan dengan kecepatan pertumbuhan tinggi baru-baru ini dan dukungan Pemerintah menunjukkan bahwa masih ada banyak ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut dari industri perbankan syariah di Indonesia. Bahkan, Pemerintah Indonesia bertekad untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat global utama untuk perbankan syariah karena ini akan memperdalam pasar finansial Indonesia dan karenanya membuat Indonesia lebih kuat menghadapi dampak-dampak negatif guncangan ekonomi global.
Dalam konteks ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengembangkan dan meluncurkan roadmap lima tahun pada awal tahun ini, yang bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah sebanyak tiga kali lipat menjadi 15% di 2023. Roadmap ini melibatkan berbagai strategi seperti mengurangi biaya-biaya untuk produk-produk perbankan syariah dan pengembangun program-program pendidikan dan pelatihan (karena garis besar institusional dan sumber daya manusia perlu diperbaiki). Ini juga mencakup mengintensifkan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan sektor swasta dan juga memperkuat monitoring industri perbankan syariah dan meningkatkan kepastian hukum. Roadmap ini juga mendukung konsolidasi bank-bank syariah milik Pemerintah dan swasta, yang kemudian akan meningkatkan ukuran modal dasar bank-bank, meningkatkan efisiesi biaya, dan memungkingkan peningkatan underwriting di sektor korporat dan infrastruktur.
OJK juga mengumumkan bahwa OJK sedang mempertimbangkan untuk mempermudah aturan kepemilikan asing untuk bank-bank syariah. Pada saat ini, para investor asing tidak dapat memiliki lebih dari 40% saham bank-bank syariah lokal. Abu Dhabi Islamic Bank menyatakan pada minggu lalu bahwa bank internasional ini sedang mempertimbangkan untuk memasuki industri perbankan syariah Indonesia di 2016 karena potensi besar Indonesia yang belum dikelola. Sementara itu, grup Al Baraka Banking Group dari Bahrain dan Dubai Islamic Bank merencanakan untuk mengekspansi operasional bisnis mereka di Indonesia.
Tindakan lain untuk mendongkrak keuangan syariah di Indonesia diimplementasikan di April 2015 setelah dewan syariah nasional menyetujui instrumen hedging mata uang yang sesuai syariah. Garuda Indonesia, maskapai berbendera nasional, tidak ragu-ragu untuk menggunakan instrumen baru ini. Di bulan Mei 2015, maskapai penerbangan ini menerima pemesanan senilai 1,8 miliar dollar AS (56% dari para investor di Timur Tengah) melalui penerbitan sukuk (obligasi syariah) senilai 500 juta dollar AS.
Lebih lanjut lagi, bentuk baku kontrak standar untuk persetujuan pembelian kembali yang sesuai syariah diluncurkan oleh bank-bank Islam di Indonesia. Bentuk baku ini memungkinkan penggunaan sukuk yang diterbitkan Pemerintah sebagai jaminan. Instrumen-instrumen mata uang asing yang lain masih butuh dikembangkan di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini dalam rangka menarik perhatian para investor.
Di Juni 2015, Presiden Joko Widodo mengumumkan dukungannya pada usaha-usaha untuk mendongkrak perbankan syariah di Indonesia dengan meluncurkan “Program Saya Cinta Keuangan Syariah”, sebuah program yang diinisiasi oleh OJK. Dalam peluncuran ini Widodo, yang sering disebut Jokowi, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya menjadi pusat global untuk keuangan syariah.
Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, baru-baru ini menyatakan bahwa sejak Maret 2015 industri perbankan syariah Indonesia mencakup 12 bank syariah umum (dengan total 2.138 cabang, 22 unit bisnis syariah dari bank-bank konvensional, dan 163 bank perkreditan rakyat syariah (bank-bank syariah pedesaan). Masalahnya adalah unit-unit bank ini tidak tersebar secara merata di Indonesia. Kebanyakan berlokasi di Jawa, pulau paling padat penduduk di Indonesia. Di wilayah Timur yang lebih jarang penduduk kebanyakan orang tidak memiliki akses sama sekali ke perbankan syariah. Meskipun begitu, perlu dipahami bahwa jumlah umat Muslim jauh lebih sedikit di wilayah Timur Indonesia (meskipun menganut agama lain tidak berarti seseorang tidak dapat menggunakan jasa perbankan syariah). Terlebih lagi, jumlah cabang perbankan konvensional di wilayah Timur Indonesia juga sedikit (menurut Bank Dunia hanya 36,1% dari populasi dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank pada tahun 2014). Maka, masalah umum di sektor perbankan Indonesia adalah rendahnya pemahaman finansial.
Apa itu Keuangan/Perbankan Syariah?
Keuangan syariah adalah bentuk perbankaan atau aktivitas perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam). Contohnya larangan pembayaran bunga (riba) dan ketidakjelasan yang berlebihan (gharar) atau judi (maysir). Justru, resiko dan keuntungan harus dibagi dan transaksi yang dilakukan harus memiliki tujuan ekonomi yang nyata tanpa spesifikasi yang tidak diperlukan. Perbankan syariah meliputi perbankan, pinjaman, sukuk (obligasi syariah) dan pasar ekuitas, dana-dana investasi, asuransi dan pendanaan mikro. Meskipun begitu, aset perbankan dan sukuk yang berkontribusi untuk sekitar 95% dari total aset keuangan Islam. Dalam beberapa tahun terakhir, pasar global untuk instrumen-instrumen keuangan sesuai syariah telah bertumbuh subur.
Differences between Conventional and Islamic Banking:
Conventional Banking | Islamic Banking |
Money is a commodity besides medium of exchange and store of value. Thus, it can be sold at a price higher than its face value and it can also be rented out | Money is not a commodity though it is used as a medium of exchange and store of value. Thus, it cannot be sold at a price higher than its face value or rented out |
Time value is the basis for charging interest on capital | Profit on trade of goods or charging on providing service is the basis for earning profit |
Interest is charged even in case the organization suffers losses by using banks' funds. Thus, it is not based on profit or loss sharing | Islamic banks operate on the basis of profit/loss sharing. In case the businessman has suffered losses, the bank will share these losses based on the mode of finance used (Mudarabah, Musharakah) |
While disbursing cash finance, running finance or working capital finance, no agreement for exchange of goods & services is made | The execution of agreements for the exchange of goods & services is a must, while disbursing funds under Murabaha, Salam & Istisna contracts |
Conventional banks use money as a commodity which leads to inflation | Islamic banking tends to create a link with the real sectors of the economic system by using trade-related activities. Since the money is linked with the real assets it therefore contributes directly to economic development |
Source: mib.com.mv
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini