Perbankan Syariah di Indonesia: Mendongkrak Jasa Keuangan Syariah
Perbankan syariah atau jasa keuagan syariah adalah potensi besar yang belum banyak dimanfaatkan di Indonesia, negara tempat tinggal 13% dari total populasi umat Muslim dunia. Mengingat hampir 90% dari 250 juta orang di Indonesia memeluk agama Islam, pangsa pasar jasa keuangan syariah masih sangat rendah sekarang. Dengan asetnya sebesar 24 miliar dollar Amerika Serikat (AS), bank-bank syariah di Indonesia hanya memiliki 4,9% dari jumlah total aset perbankan di 2013. Hal ini membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana meluncurkan roadmap lima tahun untuk mendongkrak perbankan syariah.
Sebaliknya, di Malaysia - dengan hanya 61% dari total populasinya sebesar 61 juta orang adalah umat Muslim - bank-bank syariah memiliki 20% pangsa pasar. Karena jasa keuangan syariah telah bertumbuh dengan cepat di seluruh dunia pada beberapa tahun terakhir ini (penerbitan obligasi syariah atau sukuk telah meluas secara signifikan di seluruh dunia) dan telah menjadi penting di Asia dan Timur Tengah, Indonesia seharusnya lebih berpartisipasi dalam jasa-jasa keuangan jenis ini, terutama mengingat banyak jumlah umat Musim Indonesia yang belum menggunakan jasa perbankan. Pengembangan jasa finansial jenis ini bisa menjadi salah satu cara untuk memperkuat pasar finansial Indonesia dan mengurangi kerentanan Indonesia terhadap guncangan-guncangan perekonomian dunia.
Sistem perbankan syariah di Indonesi mengalami kesulitan bertumbuh karena lemahnya manajemen Pemerintah (kurangnya koordinasi tingkat kementerian dalam sektor ini), kerangka hukum yang tidak jelas, kurangnya sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi, maupun kurangnya inovasi dan kreativitas di negara ini.
Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, mengatakan bahwa OJK akan segera menerbitkan roadmap lima-tahun untuk sistem keuangan syariah. Dengan menyediakan industri perbankan syariah yang kondusif, Hadad mengharapkan untuk menarik banyak investor baru ke Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Pada saat ini, sukuk dan reksadana partisipasi terbatas untuk aset-aset syariah telah tersedia (diterbitkan oleh lembaga-lembaga swasta dan pemerintah) namun pangsa pasarnya sangat kecil. OJK mendorong supaya bank-bank syariah di Indonesia, terutama untuk unit syariah dari bank-bank pembangunan daerah, untuk melakukan konsolidasi sementara OJK juga mempersiapkan revitalisasi dari bank-bank pembangunan daerah ini dalam upaya menciptakan sebuah bank syariah yang besar. Merger di antara bank-bank syariah yang sudah ada akan mengurangi biaya operasional dan membuatnya mungkin untuk menawarkan pembagian hasil yang lebih kompetitif. Terlebih lagi, hal ini membuat integrasi antara bank-bank Islam di Indonesia (bila telah menjadi satu) dan sistem finansial global menjadi lebih mudah (misalnya dalam merevisi persyaratan modal untuk bisa membuat manajemen resiko di bank-bank Indonesia sejalan dengan standar internasional). Opsi-opsi lain mencakup penguatan modal baik untuk bank-bank syariah milik Pemerintah maupun swasta. Ini bisa dilakukan dengan menerbitkan sukuk sebagai tindakan memperkuat modal bank-bank.
Sejak lima tahun terakhir, Indonesia telah aktif dalam pasar sukuk dunia dengan hasil yang tidak mengecewakan. Para invesor menunjukkan minat mereka untuk penawaran sukuk ketika pada 2 September 2014 Pemerintah Indonesia meraup 1,5 miliar dollar AS dari sukuk periode 10 tahun bermata uang dollar AS (tingkat kupon 4,35%). Para investor asing memasukkan tawaran senilai 10 miliar dollar AS, enam kali lipat dari jumlah yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan kepercayaan dalam investasi aset-aset syariah dan prospek perekonomian Indonesia. Selama 4 tahun terakhir, Indonesia telah menjual sukuk global dengan nilai total 5 miliar dollar AS.
Hadad mengatakan bahwa sebuah mega bank syariah senilai 8 miliar dollar AS - dibangun dengan merger unit-unit syariah dari bank-bank Pemerintah yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) - akan bisa meningkatkan pangsa pasar bank syariah Indonesia sebanyak empat kali lipat menjadi 20% pada tahun 2018. Merger ini mungkin akan terjadi tahun ini. Ketiga bank ini bersama-sama menguasai 40% dari total nilai industri perbankan syariah yang mencapai Rp 261 triliun.
OJK dan bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) juga bersemangat mendorong pemisahan dari unit-unit syariah bank-bank konvensional untuk menjadi bank-bank yang mandiri. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa saat ini ada 11 bank syariah dan 23 unit bank syariah di Indonesia.
Apa yang dimaksud dengan perbankan syariah atau jasa keuangan syariah?
Perbankan syariah atau jasa keuangan syariah adalah jasa finansial yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Contohnya, ada larangan pembayaran bunga (riba), ketidakjelasan berlebihan (gharar) maupun perjudian (maysir). Sebaliknya, risiko dan keuntungan harus dibagi bersama dan transaksi ini harus memiliki tujuan ekonomi yang jelas tanpa spesifikasi yang tidak pantas. Perbankan syariah mencakup bank, sukuk (obligasi syariah) dan equity markets, dana-dana investasi, asuransi dan keuangan mikro. Namun, aset bank dan sukuk mencakup 95% dari total aset keuangan syariah.
Menurut data International Monetary Fund (IMF) aset jasa keuangan syariah dunia memiliki tingkat pertumbuhan double digit per tahunnya dari 200 miliar dollar AS di 2003 menjadi 1,8 triliun dollar AS di 2013. Namun, industri jenis ini masih terkonsentrasi terutama di Timur Tengah dan Malaysia.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini