Update Berita Indonesia: Inflasi Tetap Terkendali di 2015
Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat inflasi bulanan sebesar 0,17% pada bulan Maret 2015. Ini adalah bulan pertama tahun ini Indonesia mencatat inflasi bulanan. Pada bulan Januari dan Februari, Indonesia mengalami deflasi masing-masing 0,24% dan 0,36% pada basis month-to-month (m/m). Inflasi Maret terutama disebabkan karena penyesuaian harga yang diatur: harga yang lebih tinggi dari bensin (oktan rendah), diesel, dan tabung gas elpiji 12 kg. Penyesuaian-penyesuaian ini dibutuhkan karena kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah.
Sementara itu, inflasi inti - tidak termasuk harga-harga bahan yang diatur dan harga makanan yang volatil - meningkat menjadi 5,04% (y/y) pada bulan Maret dari 4,96% (y/y) di bulan Februari.
Pemerintah Indonesia menaikkan harga bensin oktan rendah dan diesel pada 28 Maret 2015 dan karena sudah menjelang akhir bulan dampaknya pada angka inflasi Maret terbatas. Dampak dari penyesuaian harga-harga ini akan terasa terutama di bulan April. Kendati begitu, April juga merupakan bulan saat level produksi puncak beras tercapai karena ini merupakan waktu puncak musim panen. Hal ini memberikan tekanan deflasi karena beras memiliki dampak signifikan pada perhitungan indeks harga konsumen. Oleh karena itu, kami memprediksi adanya inflasi yang rendah di bulan April karena harga bahan bakar yang lebih besar diringankan oleh harga berbagai komoditi yang lebih rendah.
Selain penyesuaian-penyesuaian harga-harga yang diatur pemerintah, komoditi-komoditi yang berkontribusi pada inflasi Maret adalah bawang merah, rokok filter dan kretek, pepaya, beras dan juga gaji buruh dan biaya dokter umum. Sementara itu, komoditi-komoditi yang mengalami penurunan harga di bulan Maret mencakup cabe merah, daging ayam, telur ayam, ikan segar, tomat, wortel, kentang, melon, cabe rawit dan juga perhiasan emas, tarif listrik dan biaya tiket penerbangan.
Bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) memprediksi bahwa inflasi pada akhir tahun akan menurun pada targetnya yang berada di antara 3-5% pada basis year-on-year (y/y). Dengan inflasi yang terkendali, Bank Indonesia mungkin memiliki ruang untuk kembali mengurangi suku bunga acuannya (BI rate). Pada Februari 2015, Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan memotong BI rate sebanyak 25 basis poin menjadi 7,50%. Namun, meskipun BI rate yang lebih rendah akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini, ini juga akan memberikan tekanan pada rupiah yang sedang lemah dan neraca transaksi berjalan di tengah ancaman suku bunga Amerika Serikat (AS) yang rendah. Oleh karena itu, kami tidak memperkirakan bahwa akan ada pemotongan bunga lagi di tengah ancaman suku bunga yang lebih tinggi dari AS.
Angka inflasi bulan Maret yang sedikit lebih rendah dari perkiraan mendukung nilai rupiah, Namun, kenaikan nilai rupiah mungkin akan terjadi untuk jangka pendek karena pasar sedang menunggu data ekonomi AS termasuk initial jobless claims, nonfarm payrolls dan tingkat pengangguran yang akan dirilis pada hari Kamis dan Jumat minggu ini. Apabila data ini menunjukkan perbaikan, dollar AS akan kembali mendapatkan momentum bullish. Untuk US Federal Reserve data tenaga kerja (dan inflasi) adalah salah satu indikator yang mempengaruhi keputusan untuk menaikkan suku bunga AS (atau menunda kenaikannya). Pertemuan membahas kebijakan Bank Indonesia selanjutnya dijadwalkan untuk dilaksanakan pada 14 April 2015.
Angka inflasi Indonesia pada saat ini (6,38% y/y) tetap relatif tinggi karena keputusan Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar bersubsidi lebih dari 30% di bulan November 2014 (dalam sebuah usaha untuk membebaskan dana untuk pembangunan ekonomi dan sosial). Kendati begitu, pada awal 2015 Pemerintah memutuskan untuk menghapus subsidi bensin dan menggunakan subsidi tetap senilai Rp 1.000 per liter untuk diesel. Karena rendahnya harga minyak dunia, harga bahan bakar pada saat itu berkurang secara signifikan.
Inflasi di Indonesia:
Bulan | Monthly Growth 2013 |
Monthly Growth 2014 |
Monthly Growth 2015 |
Januari | 1.03% | 1.07% | -0.24% |
Februari | 0.75% | 0.26% | -0.36% |
Maret | 0.63% | 0.08% | 0.17% |
April | -0.10% | -0.02% | |
Mei | -0.03% | 0.16% | |
Juni | 1.03% | 0.43% | |
Juli | 3.29% | 0.93% | |
Augustus | 1.12% | 0.47% | |
September | -0.35% | 0.27% | |
Oktober | 0.09% | 0.47% | |
November | 0.12% | 1.50% | |
Desember | 0.55% | 2.46% | |
Total | 8.38% | 8.36% | -0.44% |
Sumber: BPS
Inflasi di Indonesia 2008-2014:
2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | |
Inflasi (annual percent change) |
9.8 | 4.8 | 5.1 | 5.4 | 4.3 | 8.4 | 8.4 |
Sumber: Bank Dunia
Manufaktur Republik Rakyat Tionghoa
Aset-aset negara berkembang juga didikung oleh angka Indeks Purchasing Manager Republik Rakyat Tionghoa (RRT) yang menguat. Indeks Purchasing Managers meningkat menjadi 50,1 di Maret 2015, melebihi perkiraan 49,7 dan angka Februari yaitu 49,9. Sebelumnya, RRT mengumumkan rencana-rencana untuk memulai sebuah sistem asuransi untuk deposit bank (yang akan dimulai pada 1 Mei 2015).
Nilai tukar rupiah yang menjadi acuan Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate disingkat JISDOR) meningkat 0,33% menjadi Rp 13.000 per dollar AS pada hari Kamis (02/04).
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
| Source: Bank Indonesia
–
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini