Neraca Transaksi Berjalan Terkendali, Kekuatiran Mengenai Impor dan Transaksi Modal & Finansial
Defisit transaksi berjalan Indonesia membaik menjadi 4,01 miliar dollar Amerika Serikat (AS), atau 1,86% dari produk domestik bruto (PDB), di kuartal ketiga tahun 2015. Bank Indonesia mengatakan bahwa perbaikan ini terutama disebabkan oleh neraca perdagangan non minyak & gas (migas). Kendati begitu, surplus transaksi modal dan keuangan Indonesia menurun menjadi 1,2 miliar dollar AS, menyebabkan defisit neraca pembayaran melebar menjadi 4,6 miliar dollar AS dari 2,9 miliar dollar AS di kuartal sebelumnya.
Kendati defisit transaksi berjalan yang lebih kecil adalah berita baik, tetap ada kekuatiran karena penurunan impor ke Indonesia adalah alasan utama yang menyebabkan defisit yang lebih kecil ini. Bank Indonesia mengatakan ada penurunan 18,2% poin pada basis year-on-year (y/y) pada impor di sembilan bulan pertama tahun ini. Angka ini menunjukkan penurunan aktivitas ekonomi domestik di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini. Ekspor Indonesia juga menurun - karena rendahnya harga-harga komoditi dan lambatnya pertumbuhan global - namun penurunan ini (pada 11% y/y) tidak seburuk penurunan impor.
Defisit migas Indonesia tetap pada level (kira-kira) sama dengan kuartal sebelumnya.
2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | Q1 2015 |
Q2 2015 |
Q3 2015 |
|
Neraca Pembayaran (dalam milyar dollar AS) |
30.29 | 11.86 | 0.22 | -7.33 | 15.25 | 1.30 | -2.93 | -4.57 |
Neraca Transaksi Berjalan (dalam milyar dollar AS) |
5.14 | 1.69 | -24.42 | -29.11 | -27.52 | -4.18 | -4.25 | -4.01 |
Neraca Transaksi Berjalan (dalam % dari PDB) |
0.67 | 0.19 | -2.65 | -3.19 | -3.10 | -1.96 | -1.95 | -1.86 |
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan surplus transaksi modal dan finansial di kuartal 3 tahun 2015 terutama disebabkan oleh defisit investasi portfolio dan surplus investasi langsung yang lebih sedikit. Penjualan netto sekuritas obligasi Pemerintah dan saham-saham lokal oleh para investor asing berkontribusi pada defisit investasi portofolio. Di sisi lain, tindakan Pemerintah yang menahan diri dari melakukan pinjaman luar negeri dan juga penurunan pembayaran hutang luar negeri sektor swasta mengubah defisit investasi menjadi surplus, sambil mencegah penurunan lebih dalam pada surplus transaksi modal dan finansial.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperingatkan bahwa penciutan surplus transaksi modal dan keuangan mungkin menyebabkan kelebihan permintaan dollar AS sehingga mengimplikasikan tekanan yang kuat pada rupiah Indonesia. Gubernur menganggap surplus transasksi modal dan keuangan yang lebih rendah adalah tren baru dan juga menganggap hal itu sebagai seruan untuk sadar karena sebelumnya pihak berwenang dan pasar hanya berfokus pada transaksi berjalan, dan tidak pada transaksi modal dan keuangan. Martowardojo mengatakan surplus transaksi modal dan keuangan mungkin jatuh menjadi 14,3 miliar dollar AS, dari 45,3 miliar dollar AS tahun lalu.
Rupiah telah melemah 9,6% terhadap dollar AS sejauh ini di tahun ini.
Rupiah Indonesia versus Dollar AS (JISDOR):
Mengenai surplus transaksi modal dan finansial, Martowardojo memprediksi akan terjadi surplus yang lebih besar (mungkin sampai 4,7 miliar dollar AS) di kuartal terakhir tahun 2015. Sementara itu, dia memprediksi defisit transaksi berjalan untuk melebar menjadi kira-kira 5 miliar dollar AS di kuartal 4 tahun 2015.
Secara keseluruhan, defisit transaksi berjalan di Indonesia diprediksi mencapai 17,5 miliar dollar AS dalam setahun penuh 2015. Ini akan menjadi perbaikan besar dari defisit transaksi berjalan sebesar 27,5 miliar dollar AS di 2014. Di 2013 dan 2014 Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sedikit di atas 3% dari PDB. Secara umum, level 3% dari PDB dianggap sebagai pembatas antara defisit transaksi berjalan yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan.
Neraca transaksi berjalan, alat ukur paling lias untuk perdagangan internasional sebuah negara, adalah sebuah statistik penting untuk para investor asing. Defisit transaksi berjalan mengimplikasikan bahwa negara ini adalah peminjam netto dari negara-negara lain dan karenanya memerlukan aliran modal atau finansial untuk membiayai defisit ini. Terutama ketika defisit ini tidak digunakan untuk tujuan-tujuan investasi produktif (seperti pembangunan infrastruktur) namun hanya untuk konsumsi tidak produktif (contohnya Indonesia baru-baru ini menghapus program subsidi bensin yang berlimpah), para investor menganggap sebuah negara yang dibebani defisit transaksi berjalan berisiko dan akan dengan cepat menarik uang dari aset-aset negera tersebut pada saat terjadi guncangan-guncangan ekonomi (global).
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini