Pemerintah Indonesia Kembali Tawarkan ORI kepada Investor
Untuk memperkuat basis investor domestik dan memenuhi pembiayaan APBN-P 2014, pemerintah Indonesia kembali menawarkan Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI). Ini adalah kali ke-11, pemerintah menerbitkan ORI sejak obligasi tersebut diluncurkan pada tahun 2006. ORI berseri ORI011 tersebut mulai ditawarkan pada 1-16 Oktober 2014. Tingkat kupon yang ditawarkan ORI011 sebesar 8,5% dengan tenor selama tiga tahun. Minimum pemesanan yang diperbolehkan adalah Rp5 juta sementara maksimum pemesanan adalah Rp3 miliar per individu.
Dalam penerbitan ORI011, pemerintah mentargetkan bisa menyerap dana masyarakat sebesar Rp20 triliun. Target tersebut juga sama persis dengan yang ditetapkan pemerintah pada ORI010. Seperti pada penerbitan sebelumnya, pemberlakuan holding period selama satu bulan juga dilakukan. Artinya, investor sukuk baru bisa memindahbukukan atau menjual di pasar sekunder setelah sebulan masa settlement atau setelah 15 November mendatang.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan optimis ORI akan disambut hangat oleh masyarakat. Pasalnya,ORI merupakan investasi aman yang dijamin negara. Tingkat kupon yang ditawarkan juga lebih besar dari pada Bank Indonesia (BI) rate saat ini yakni 7,5%.
Untuk menawarkan ORI011, pemerintah akan menggandeng 21 agen penjual yang terdiri dari 18 bank serta tiga perusahaan sekuritas. Agen penjual juga akan melakukan road show di 35 kota untuk mensosialisasikan penawaran sukuk. Road show terutama akan dilakukan di wilayah timur Indonesia seperti Ambon dan Jayapura.
ORI merupakan instrument pembiayaan yang diterbitkan khusus untuk investor retail/perorangan. Selain ORI, pemerintah juga menerbitkan instrument lain untuk menggaet investor retail yaitu sukuk negara ritel, saving bond serta surat utang negara (SUN) valas untuk pasar domestic.
ORI biasanya diterbitkan setahun sekali, kendati pada tahun 2007 dan 2008 diterbitkan sebanyak dua kali. Dalam 10 penerbitannya, ORI bisa dibilang selalu disambut hangat investor. Hal tersebut ditandai dengan total penerbitan yang jauh di atas target nya. Pengecualian terjadi pada penerbitan ORI005 di mana total penerbitan jauh di bawah targetnya.
Jumlah investor ORI terbilang sangat fluktuatif, terutama jumlah investor baru. ORI005 yang diterbitkan pada tahun 2008 mengalami penurunan peminat sangat tajam. Kondisi tersebut dipicu oleh tingginya bunga deposito perbankan saat itu serta tenor yang panjang ( 5 tahun) sehingga investor lebih memilih investasi di instrument perbankan. Pemerintah pun kemudian memperpendek tenor dari lima menjadi tiga tahun.
Dalam dua penerbitan terakhir (ORI009 dan ORI010), ORI sangat diburu investor. Kondisi tersebut setidaknya tercermin dari banyaknya investor yang masuk, terutama investor baru masing masing 16.107 dan 26.824.
Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI):
ORI | Year |
Coupon (%) | Maturity Date |
Investment (in trillions) |
Number of Investors |
New Investors |
001 | 2006 | 12,05 | 08-08-2009 | IDR 3.28 | 16,561 | 16,561 |
002 | 2007 | 9,28 | 28-03-2010 | IDR 6.233 | 13,158 | 10,372 |
003 | 2007 | 9,40 | 12-09-2011 | IDR 9.367 | 22,837 | 16,692 |
004 | 2008 | 9.50 | 12-03-2012 | IDR 13.455 | 37,724 | 26,089 |
005 | 2008 | 11,45 | 15-09-2013 | IDR 2.71 | 14,001 | 10,983 |
006 | 2009 | 9,35 | 15-08-2012 | IDR 8.54 | 24,433 | 14,601 |
007 | 2010 | 7,95 | 15-08-2013 | IDR 8.0 | 17,705 | 10,959 |
008 | 2011 | 7,30 | 15-10-2014 | IDR 11.0 | 15,372 | 10,410 |
009 | 2012 | 6,25 | 15-10-2015 | IDR 12.68 | 25,293 | 16,107 |
010 | 2013 | 8,50 | 15-10-2016 | IDR 20.2 | 38,860 | 26,824 |
011 | 2014 | 8,50 | 15-10-2017 |
Kendati demikian, jumlah investor ORI masih jauh dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, atau bahkan jumlah masyarakat kelas menengah yang diperkirakan mencapai 45 juta jiwa. Fakta tersebut mencerminkan pasar keuangan Indonesia yang masih jauh dari kata inklusif. Padahal, dengan pendapatan per kapita yang terus meningkat serta jumlah penduduk besar, obligasi retail seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menambah pembiayaan.
Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB)’s Asia Asia Bond Monitor Maret 2014 disebutkan per Desember 2013, total outstanding ORI hanya Rp43,8 triliun atau 4,4% dari total outstanding utang Indonesia.
Rendahnya investor retail domestic tersebut merupakan salah satu penyebab mengapa pasar keuangan Indonesia begitu rentan dengan gejolak global. Rata-rata kepemilikan asing di portofolio obligasi Indonesia mencapai 34%. Jika ada gejolak global maka resiko outflow sangat besar sehingga pasar keuangan goyang, rupiah melemah dan yield pun meningkat tajam.
Merujuk pada penerbitan surat utang negara (SUN) dalam dua bulan terakhir, investor terutam asing memang masih sangat meminati obligasi Indonesia. Hal tersebut tercermin dari tingginya permintaan yang masuk setiap kali lelang SUN hingga oversubscribed bisa mencapai 4-7 kali. Contohnya, pada penerbitan Global Sukuk, September kemarin kemarin, oversubscribed mencapai 6,7 kali.
Menteri Keuangan M.Chatib Basri berkali-kali mengingatkan bahwa Indonesia harus mewaspadai tingginya investor asing dalam portofolio utang. Di satu sisi, tingginya minat investor asing menunjukan bahwa mereka optimis dengan kondisi perekonomian Indonesia. Namun, di sisi lain ada kerentanan terkait outflow. Karena itulah, pemerintah terus meningkatkan upaya agar jumlah investor domestic dalam portofolio obligasi Indonesia terus meningkat.
Sayangnya, upaya pendalaman investor domestic, terutama investor retail, masih terhalang sejumlah kendala dari belum meleknya masyarakat Indonesia mengenai investasi, sosialisasi yang kurang hingga produk yang masih terbatas. Investor retail juga masih terkonsentrasi di wilayah Indonesia Bagian Barat, terutama Jakarta dengan prosentase mencapai 55% sedangkan wilayah Indonesia Timur masih di bawah 10%.
Sejauh ini, pemerintah baru memiliki empat instrument untuk menggaet investor retail yaitu ORI, sukuk negara ritel, saving bond serta surat utang negara (SUN) valas untuk pasar domestic.
Dari ke empat instrument, ORI dan sukuk negara ritel masih menjadi andalan. Sama dengan ORI, sukuk negara ritel juga sangat diminati seperti yang tercermin dalam jumlah penerbitan yang terus meningkat serta investor yang bertambah. Sayangnya, penerbitan SUN valas dan saving bond untuk pasar domestic justru kurang diminati. Pada penerbitan SUN valas perdana, dari target indikatif yang ditargekan sebesar USD450 juta, pemerintah hanya menyerap SUN valas sebesar USD190 juta atau hanya 42,2% dari target. Sementara itu, pada penerbitan perdana saving bond Mei lalu, pemerintah hanya bisa menyerap dana masyarakat sebesar Rp2,39 triliun dari target yang dikejar sebesar Rp2,5 triliun.
Bahas
Silakan login atau berlangganan untuk mengomentari kolom ini